PENDAHULUAN LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis merupakan penyakit demam akut dengan manifestasi klinis bervariasi, disebabkan oleh Leptospira. Leptospirosis hingga kini masih merupakan masalah kesehatan global terutama di Negara tropis seperti Indonesia. Leptospirosis termasuk emerging infectious diseases dan akhir-akhir ini sering terjadi outbreaks di Nicaragua, Brasil, India, negara-negara Asia Tenggara juga Amerika. Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit ini adalah diagnosisnya sering terlambat serta progresivitas penyakit yang sepenuhnya belum diketahui.
Berbagai faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis adalah: Faktor eksternal antara lain virulensi Leptospira, sedangkan factor internal adalah: status imun penderita. Faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis antara lain: hemolisin, lipopolisakarida, glikoprotein, lipoprotein, peptidoglikan, heat shock proteins, dan flagellin. Gen hemolisin SphH dari L. interigans strain HY-1 juga ikut berperan dalam pengendalian progresivitas leptospirosis. Leptospira yang mengalami lisis akibat aktivitas immunoglobulin maupun komplemen dapat menginduksi sekresi enzim, toksin, dan sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, TNFa) yang kemudian ikut menentukan derajat berat manifestasi klinis (Sachro, 2002).
Manifestasi klinis leptospirosis dapat anikterik maupun ikterik. Pada bentuk ikterik sering berat dan melibatkan hamper semua organ termasuk otak, liver dan ginjal Untuk itu perlu adanya upaya penajaman diagnosis dan langkah-langkah intervensi terapi guna menghambat laju progresivitas leptospirosis. Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang dapat mengenai semua umur serta jenis kelamin.
Penyakit ini dapat berjangkit pada berbagai musim. Leptospirosis merupakan occupational diseases, pekerjaan sebagai petani paling sering mengalami infeksi. Individu yang bekerja sebagai pembersih selokan, pekerja tambang, pekerja bangunan, pengolah makanan (daging, unggas dan ikan), industri makanan serta tempat-tempat basah dan lembab dimana tinggal binatang-binatang pengerat, sangat erat kaitannya dengan kejadian leptospirosis. Leptospira interrogans serovar ikterohemoragika pertama kali diisolasidari pasien dengan penyakit Weil’s di Jepang oleh Inada dan Ido tahun 1915.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama serovar lain hebdomadis, autumnalis, australis, pyrogenes, bataviae, dan leptospora borgpetersenii juga dapat menyebabkan leptospirosis berat. Selain menemukan mikroorganisme penyebab, Inada, Iko, Kaneko, Hoki dan Ito dalam tahun 1914-1915 juga menemukan medium biakan, sumber infeksi, gambaran klinis, gambaran laboratorium, patologi serta patofisiologi, diagnosis, therapy dan profilaksis leptospirosis. Pada perkembangan berikutnya ditemukan berbagai serovar sehingga kini lebih dari 200 serovar ditemukan di berbagai belahan dunia.
MIKROBIOLOGI DAN BIOLOGI MOLEKULER LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis merupakan spirochaeta genus Leptospira, yang terdiri atas dua spesies: Leptospira interrogans dan Leptospira biflexa. Leptospira pathogen terdiri atas 200 serotipe yang memiliki antigen utama dan terbagi dalam 23 serogrup, sebagian besar telah diidentifikasi serta terdapat di Indonesia.
Leptospira merupakan spirochaeta yang motil, dengan ukuran lebar 0,1 µm, panjang 6-20 µm, serat memiliki hooked pada akhir tubuhnya. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas terutama di Negara-negara tropis. Binatang mengerat (tikus, musang, tupai) dan binatang piaraan (lembu, kerbau, babi anjing, kucing, ikan dan burung) merupakan reservoir yang penting. Leptospira dapat hidup pada tubulus renalis binatang tersebut dalam kurun waktu cukup lama.
Binatang yang terpapar Leptospira, meskipun asimptomatis, tetapi mengandung lebih dari 1010 organisme/gram didalam gimjalnya. Transmisi terjadi melalui kontak langsung (urine, darah, jaringan) yang terpapar Leptospira, maupun tidak langsung (air, tanah, lumpur) yang tercemar Leptospira. Para petani, peketja selokan, pekerja lading, pekerja tambang dan pekerja lain yang selalu kontak dengan urine maupun jaringan binatang seperti dokter hewan, pekerja laboratorium, penjagal di rumah potong, termasuk beresiko tinggi untuk dapat terinfeksi Leptospira.
Penularan langsung antara individu jarang terjadi, kalau terjadi dapat karena kontak dengan urine individu yang pernah terinfeksi pada stadium penyembuhan, karena Leptospira menetap di tubulus ginjal dan menimbulkan infeksi kronis.
Berbagai faktor yang ikut menentukan progresivitas sehingga menyebabkan kegawatan akibat leptospirosis antara lain: hemolisin, lipopolisakarida, glikoprotei, lipoprotein, heat shock protein dan flagellin. Gen hemolisin SphH dari L.interogans strain HY-1, ikut berperan dalam pengendalian progresivitas leptospirosis. Leptospira yang mengalami lisis akibat aktifitas immunoglobulin maupun komplemen dapat meninduksi sekresi enzim, toksin dan sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, TNFa) yang kemudian ikut menentukan derajat beratnya manifestasi klinis serta mendorong timbulnya penyakit Wel’s.
Genom Leptospira mempunyai panjang kira-kira 5.000 kb (kilobase), urutan genom perlu dikenal guna mengisolasi serotype, mengkode protein dan lain-lain. Genom tersebut tersusun atas 2 type kromosom, masing-masing 4.400 kb dan 350 kb, dari serovars pemona subtype newicki dan ikterohemoragiae. Leptospira mengandung 2 set 16S dan 23S rRNA. Akhir-akhir ini pengetahuan tentang Leptospira di tingkat molekuler berkembang pesat sejak dikembangkan penggunaan bacteriophage LE1 dan L.biflexa.
Berbagai komponen berhasil diidentifikasi termasuk urut-urutan (tranposases) insertion sequences (IS) coding. IS1533 memiliki rangkaian tunggal, sementara IS1500 memiliki 4 rangkaian. Baik IS1500 dan IS1533 ditemukan pada berbagai serovar. Sejumlah gen Leptospira telah berhasil diidentifikasi dan dianalisis, termasuk sintesis: beberapa asam amino, rRNA, protein-protein ribosom, polymerase RNA, DNA repair, heat shock proteins, spingomielinase, hemolisin, protein membrane luar (outer membrane proteins), protein flagellar, dan lipopolisakarida (LPS).
Pada serovar ikterohemoragiae, genom dapat diperkenalkan minimal satu serovar baru dengan identifikasi secara pulsed-field gel electrophoresis (PFGE). Meskipun demikian belakangan ini diketahui munculnya serovar yang heterogen, untuk itu masih diperlukanpenelitian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai isolate pada masing-masing serovar (Levett, 2001). Membran luar Leptospirosis mengandung LPS dan beberapa protein (outer membrane proteins {OMPs}). LPS memiliki sifat imunogenik tinggi dan menentukan spesifitas serovar.
DAFTAR PUSTAKA
- Dr. Nasronudin, dr., SpPD, K-PTI; Usman Hadi, dr., SpPD, K-PTI; Vitanata, dr.,SpPD; Erwin AT, dr.,SpPD; Bramantono, dr., SpPD; Prof. Dr. Suharto, dr., SpPD, MSc, 3. DTM&H, K-PTI; Prof. Eddy Suwandojo, dr.,SpPD, K-PTI, “Penyakit Infeksi di Indonesia, Solusi kini dan mendatang”, Airlangga University Press, Surabaya, 2007
Posting ini berlanjut tentang PATOFISIOLOGI LEPTOSPIROSIS
0 comments:
Post a Comment