Semua impian kita dapat menjadi nyata,

jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.

Jika Anda menginginkan sesuatu yang belum pernah anda miliki,

anda harus bersedia melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan.

Kehidupan itu ibarat naik sepeda,

anda tidak akan jatuh kecuali anda berencana untuk berhenti mengayuhnya.

Pikiran kita ibarat parasut,

hanya berfungsi ketika terbuka.

Sukses adalah sebuah perjalanan,

bukan tujuan akhir.

Thursday, December 31, 2009

Askep Abortus Imminen

kapukonline.com Up-date Askep | Asuhan keperawatan Abortus imminen - ASKEP MATERNITAS. Posting berkaitan dengan ( Baca : Askep | Asuhan keperawatan ANC (Ante Natal Care) dan Askep | Asuhan Keperawatan Adaptasi Fisiologis Post Partum / Nifas )

A. PENGERTIAN ABORTUS IMMINEN

Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. (Syaifudin. Bari Abdul, 2000)

Abortus imminen adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat ( Mansjoer, Arif M, 1999)

Abortus imminen adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan ( William Obstetri, 1990)

B. ETIOLOGI ABORTUS IMMINEN

Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :

  1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
    1. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
    2. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
    3. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alkohol
  2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
  3. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
  4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

C. GAMBARAN KLINIS ABORTUS IMMINEN

  1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
  2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
  3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
  4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
  5. Pemeriksaan ginekologi :
    1. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
    2. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
    3. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

D. PATOFISIOLOGI ABORTUS IMMINEN

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.

Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

Komplikasi :

  1. Perdarahan, perforasi syok dan infeksi
  2. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.

E. PATHWAY ABORTUS IMMINEN

  1. Download Pathway Abortus Imminen Via Ziddu
  2. Download Pathway Abortus Imminen Via Mediafire

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ABORTUS IMMINEN

  1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
  2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
  3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion

Data laboratorium

  1. Tes urine
  2. Hemoglobin dan hematokrit
  3. Menghitung trombosit
  4. Kultur darah dan urine

G. MASALAH KEPERAWATAN ABORTUS IMMINEN

  1. Kecemasan
  2. Intoleransi aktifitas
  3. Gangguan rasa nyaman dan nyeri
  4. Defisit volume cairan

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN ABORTUS IMMINEN

  1. Cemas berhubungan dengan pengeluaran konsepsi
    1. Tujuan : Mengurangi atau menghilangkan kecemasan
    2. Intervensi :
      1. Siapkan klien untuk reaksi atas kehilangan
      2. Beri informasi yang jelas dengan cara yang tepat
  2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
    1. Tujuan : Mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
    2. Intervensi :
      1. Menetapkan laporan dan tanda-tanda yang lain. Panggil pasien dengan nama lengkap. Jangan tinggalkan pasien tanpa pengawasan dalam waktu yang lama
      2. Rasa sakit dan karakteristik, termasuk kualitas waktu lokasi dan intensitas
      3. Melakukan tindakan yang membuat klien merasa nyaman seperti ganti posisi, teknik relaksasi serta kolaburasi obat analgetik
  3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
    1. Tujuan : Mencegah terjadinya defisit cairan
    2. Intervensi :
      1. Kaji perdarahan pada pasien, setiap jam atau dalam masa pengawasan
        1. Kaji perdarahan Vagina : warna, jumlah pembalut yang digunakan, derajat aliran dan banyakny
        2. Kaji adanya gumpalan
        3. Kaji adanya tanda-tanda gelisah, taki kardia, hipertensi dan kepucatan
        4. Monitor nilai HB dan Hematokrit
    3. Kehilangan berhubungan dengan pengeluaran hasil konsepsi
      1. Tujuan : Mengurangi atau meminimalkan rasa kehilangan atau duka cita
      2. Intervensi :
        1. Pasien menerima kenyataan kehilangan dengan tenang tidak dengan cara menghakimi
        2. Jika diminta bisa juga dilakukan perawatan janin
        3. Menganjurkan pada pasien untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME
    4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
      1. Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransinya
      2. Intervensi :
        1. Menganjurkan pasien agar tiduran
        2. Tidak melakukan hubungan seksual

Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya....

Sunday, December 13, 2009

Askep Jiwa Waham

kapukonline.com Up-date Askep | Asuhan keperawatan Jiwa Waham - ASKEP JIWA. Posting berkaitan dengan ( Baca : Askep | Asuhan Keperawatan Jiwa Depresi dan Askep | Asuhan Keperawatan Jiwa Gangguan Konsep Diri )

LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

Masalah Utama.

Perubahan isi pikir : waham

Pengertian.

Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien.

Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung

Proses terjadinya masalah

  1. Penyebab.
    Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.
  2. Akibat.
    Akibat dari waham, klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Pohon masalah Waham

Pohon Masalah Waham

Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji pada Waham

  1. Masalah keperawatan :
    1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
    2. Kerusakan komunikasi : verbal
    3. Perubahan isi pikir : waham
    4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
  2. Data yang perlu dikaji :
    1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
      1. Data subjektif. Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri
      2. Data objektif: Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang.
    2. Kerusakan komunikasi : verbal
      1. Data subjektif: Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
      2. Data objektif: Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata kurang
    3. Perubahan isi pikir : waham ( NN.)
      1. Data subjektif : Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
      2. Data objektif: Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung
    4. Gangguan harga diri rendah
      1. Data subjektif: Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
      2. Data objektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

Diagnosa Keperawatan Waham

  1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
  2. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
  3. Perubahan isi pikir : waham (NNU.) berhubungan dengan harga diri rendah.

Rencana Keperawatan Waham

  1. Diagnosa Keperawatan 1: kerusakan komunikasi verbalberhubungan dengan waham
    1. Tujuan umum :
      1. Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
    2. Tujuan khusus :
      1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
        1. Tindakan
          1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat
          2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan klien 'saya menerima keyakinan anda' disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
          3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
          4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
      2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
        1. Tindakan :
          1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
          2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
          3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
          4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
      3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
        1. Tindakan :
          1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
          2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
          3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
          4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
          5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
      4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
        1. Tindakan :
          1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
          2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
          3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
      5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
        1. Tindakan :
          1. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
          2. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
          3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
          4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
      6. Klien dapat dukungan dari keluarga
        1. Tindakan :
          1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
          2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
  2. Diagnosa Keperawatan 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
    1. Tujuan Umum:
      1. Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
    2. Tujuan Khusus:
      1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
        1. Tindakan:
          1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
          2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
          3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
          4. Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.
      2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
        1. Tindakan:
          1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
          2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
          3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
      3. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan
        1. Tindakan :
          1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
          2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
          3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
      4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
        1. Tindakan:
          1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
          2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
          3. Tanyakan 'apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?'
      5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
        1. Tindakan:
          1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
          2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
          3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
      6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
        1. Tindakan :
          1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
          2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
          3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
          4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
      7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
        1. Tindakan:
          1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
          2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
          3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
          4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
          5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
      8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
        1. Tindakan :
          1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
          2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
      9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
        1. Tindakan:
          1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
          2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
          3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
  3. Diagnosa Keperawatan 3: Perubahan isi pikir : waham ( N.. ) berhubungan dengan harga diri rendah
    1. Tujuan umum :
      1. Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
    2. Tujuan khusus :
      1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
        1. Tindakan :
          1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
          2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
          3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
          4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
      2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
        1. Tindakan :
          1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
          2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
          3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
      3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
        1. Tindakan :
          1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
          2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
      4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
        1. Tindakan :
          1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
          2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
          3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
      5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
        1. Tindakan :
          1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
          2. Beri pujian atas keberhasilan klien
          3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
      6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
        1. Tindakan :
          1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
          2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
          3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
          4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

  1. Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
  2. Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
  3. Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung: RSJP.2000
  4. Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 1998
  5. NN..Pelatihan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Semarang. 20 ?22 Novembr 2004. unpublished

semoga yang sedikit ini ada manfaatnya...

Thursday, December 10, 2009

Format Pengkajian Keluarga

kapukonline.com up-date Format Pengkajian Keluarga - ASKEP KOMUNITAS

FORMAT PENGKAJIAN KELUARGA

DATA UMUM KELUARGA

  1. Nama kepala keluarga
  2. umur :
  3. Agama :
  4. Pendidikan :
  5. Pekerjaan :
  6. Suku/ Bangsa :
  7. Alamat :
  8. Komposisi keluarga :

    No

    Nama

    Umur

    Sex

    Tgl. Lahir

    Pendikan

    Pekerjaan

    Ket

                   
  9. Tipe keluarga :
  10. Genogram :
  11. Sifat Keluarga
    1. Pengambilan Keputusan
    2. Kebiasaan Hidup Sehari-hari
      1. Kebiasaan tidur / istirahat
      2. Kebiasaan rekreasi
      3. Kebiasaan makan keluarga
  12. Status Sosial Ekonomi Keluarga
  13. Suku (kebiasaan kesehatan terkait suku bangsa)
  14. Agama (kebiasaan kesehatan terkait agama)

RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA

  1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
  2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
  3. Riwayat keluarga inti
  4. Riwayat keluarga sebelumnya (pihak istri dan suami)

LINGKUNGAN

  1. Karakteristik rumah (tipe, ukuran, jumlah ruangan)
  2. Ventilasi dan penerangan
  3. Persediaan air bersih
  4. Pembuangan sampah
  5. Pembuangan air limbah
  6. Jamban / WC (tipe, jarak dari sumber air)
  7. Denah rumah
  8. Lingkungan sekitar rumah
  9. Sarana komunikasi dan transportasi
  10. Fasilitas hiburan (TV, radio, dll.)
  11. Fasilitas pelayanan kesehatan

SOSIAL

  1. Karakteristik tetangga dan komunitas
  2. Mobilitas geografis keluarga
  3. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
  4. Sistem pendukung keluarga

STRUKTUR KELUARGA

  1. Pola Komunikasi Keluarga
  2. Struktur Kekuatan Keluarga
  3. Struktur Peran (formal dan informal)
  4. Nilai dan Norma Keluarga

FUNGSI KELUARGA

  1. Fungsi afektif
  2. Fungsi sosialisasi
  3. Fungsi perawatan kesehatan
    1. Penapisan masalah berdasarkan 5 tugas perawatan kesehatan:
      1. Mengenal masalah kesehatan
      2. Memutuskan untuk merawat
      3. Mampu merawat
      4. Modifikasi lingkungan
      5. Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
  4. Fungsi reproduksi
  5. Fungsi ekonomi

STRESS DAN KOPING KELUARGA

  1. Stressor jangka pendek dan jangka panjang
    1. Stresor jangka pendek
    2. Stresor jangka panjang
  2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor
  3. Strategi koping yang digunakan
  4. Strategi adaptasi disfungsional

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

  1. Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
    1. Ayah
    2. Ibu
    3. Anak
  2. Keluarga berencana
  3. Imunisasi
  4. Tumbuh kembang
    1. Pemeriksaan tumbuh kembang anak
      1. Anak I :
      2. Anak II:
      3. dll
    2. Pengetahuan orang tua terhadap tumbuh kembang anak

PEMERIKSAAN FISIK KELUARGA

  1. Pemeriksaan fisik Bapak …
    1. Keadaan umum :
    2. Kesadaran
    3. Tanda-tanda vital :
      1. TD :
      2. N :
      3. RR :
      4. S :
    4. Kepala :
      1. Rambut :
      2. Mata :
      3. Hidung :
      4. Telinga :
      5. Mulut :
    5. Dada / Thorax :
      1. I :
      2. P :
      3. P :
      4. A :
    6. Perut / Abdomen :
      1. I :
      2. A :
      3. P :
      4. P :
    7. Genetalia / Anus :
    8. Ekstremitas :
  2. Pemeriksaan fisik Ibu …….
    1. Keadaan umum :
    2. Kesadaran :
    3. Tanda-tanda vital :
      1. TD :
      2. N :
      3. RR :
      4. S :
    4. Kepala :
      1. Rambut :
      2. Mata :
      3. Hidung :
      4. Telinga :
      5. mulut
    5. Dada / Thorax :
      1. I :
      2. P :
      3. P :
      4. A :
    6. Perut / Abdomen :
      1. I :
      2. A :
      3. P :
      4. P :
    7. Genetalia / Anus :
    8. Ekstremitas :
  3. Pemeriksaan fisik Anak …… (1)
    1. Keadaan umum :
    2. Kesadaran :
    3. Tanda-tanda vital :
      1. TD :
      2. N :
      3. RR :
      4. S :
    4. Kepala :
      1. Rambut :
      2. Mata :
      3. Hidung :
      4. Telinga :
      5. Mulut :
    5. Dada / Thorax :
      1. I :
      2. P :
      3. P :
      4. A :
    6. Perut / Abdomen :
      1. I :
      2. A :
      3. P :
      4. P :
    7. Genetalia / Anus :
    8. Ekstremitas
  4. Pemeriksaan fisik Anak …… (2)
    1. Keadaan umum :
    2. Kesadaran :
    3. Tanda-tanda vital :
      1. TD :
      2. N :
      3. RR :
      4. S :
    4. Kepala :
      1. Rambut :
      2. Mata :
      3. Hidung :
      4. Telinga :
      5. Mulut :
    5. Dada / Thorax :
      1. I :
      2. P :
      3. P :
      4. A :
    6. Perut / Abdomen :
      1. I :
      2. A :
      3. P :
      4. P :
    7. Genetalia / Anus :
    8. Ekstremitas
  5. HARAPAN KELUARGA

ANALISA DATA

TGL

DATA

MASALAH


   

SKALA PRIORITAS MASALAH

Masalah 1

KRITERIA

BOBOT

PERHITUNGAN

PEMBENARAN

1. Sifat masalah

  1. Aktual: 3
  2. Resiko:2
  3. Potensial:1

1

   

2. Kemungkinan masalah dapat diubah

  1. Mudah: 2
  2. Sebagian: 1
  3. Tidak dapat:0

2

   

3. Kemungkinan masalah dapat dicegah

  1. Tinggi: 3
  2. Cukup: 2
  3. Rendah: 1

1

   

4. Menonjolnya masalah

  1. Segera: 2
  2. Tidak segera: 1
  3. Tidak dirasakan:0

1

   

Skor:

     
Masalah 2:

KRITERIA

BOBOT

PERHITUNGAN

PEMBENARAN

1. Sifat maslah

  1. Aktual: 3
  2. Resiko:2
  3. Potensial:1


1

   

2. Kemungkinan masalah dapat diubah

  1. Mudah: 2
  2. Sebagian: 1
  3. Tidak dapat:0


2

   

3. Kemungkinan masalah dapat dicegah

  1. Tinggi: 3
  2. Cukup: 2
  3. Rendah: 1


1

   

4. Menonjolnya masalah

  1. Segera: 2
  2. Tidak segera: 1
  3. Tidak dirasakan:0


1

   

Skor:

     
Masalah 3:

KRITERIA

BOBOT

PERHITUNGAN

PEMBENARAN

1. Sifat maslah

  1. Aktual: 3
  2. Resiko:2
  3. Potensial:1


1

   

2. Kemungkinan masalah dapat diubah

  1. Mudah: 2
  2. Sebagian: 1
  3. Tidak dapat:0


2

   

3. Kemungkinan masalah dapat dicegah

  1. Tinggi: 3
  2. Cukup: 2
  3. Rendah: 1


1

   

4. Menonjolnya masalah

  1. Segera: 2
  2. Tidak segera: 1
  3. Tidak dirasakan:0


1

   

Skor:

     

Mungkin akan berbeda di tiap instansi untuk melakukan pendataan pengkajian keluarga

Wednesday, December 9, 2009

Askep Appendixcitis

kapukonline.com up date Askep | Asuhan keperawatan Appendixitis - ASKEP BEDAH

PENGERTIAN APPENDIXITIS

Appendixitis adalah inflamasi akut pada appendix verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997)

Gambar Organ Appendix

ETIOLOGI APPENDIXITIS

Appendixcitis tersumbat atau terlipat oleh:

  1. Fekalis / massa keras dari feses
  2. Tumor, hiperplasia folikel limfoid
  3. Benda asing

PATOFISIOLOGI APPENDIXITIS

Appendixitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus

PATHWAYS APPENDIXITIS

  1. Download Pathway Appenixitis Via Ziddu
  2. Download Pathway Appendixitis Via Mediafire

TANDA DAN GEJALA APPENDIXITIS

  1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
  2. Mual, muntah
  3. Anoreksia, malaisse
  4. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
  5. Spasme otot
  6. Konstipasi, diare

(Brunner & Suddart, 1997)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK APPENDIXITIS

  1. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3,
  2. Neutrofil meningkat sampai 75%
  3. Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
  4. Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
  5. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah

(Doenges, 1993; Brunner &  Suddart, 1997)

KOMPLIKASI APPENDIXITIS

  1. Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses apendix
  2. Tromboflebitis supuratif
  3. Abses subfrenikus
  4. Obstruksi intestinal

PENATALAKSANAAN APPENDIXITIS

  1. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa Appendixcitis telah ditegakkan
  2. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
  3. Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
  4. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

(Brunner & Suddart, 1997)

PENGKAJIAN APPENDIXITIS

  1. Aktivitas/ istirahat: Malaise
  2. Sirkulasi : Tachikardi
  3. Eliminasi
    1. Konstipasi pada awitan awal
    2. Diare (kadang-kadang
    3. Distensi abdome
    4. Nyeri tekan/lepas abdomen
    5. Penurunan bising usus
  4. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
  5. Kenyamanan: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
  6. Keamanan : demam
  7. Pernapasan
    1. Tachipnea
    2. Pernapasan dangkal

(Brunner & Suddart, 1997)

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN APPENDIXITIS

  1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
    1. Tujuan : tidak terjadi infeksi
    2. Kriteria:
      1. Penyembuhan luka berjalan baik
      2. Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
      3. Tekanan darah > 90/60 mmHg
      4. Nadi normal
      5. Abdomen lunak, tidak ada distensi
      6. Bising usus 5-34 x/menit
    3. Intervensi:
      1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
      2. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal
      3. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
      4. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
      5. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
      6. Kolaborasi: antibiotik
  2. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah
    1. Kriteria hasil:
      1. Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
      2. Tampak rileks
      3. Pasien dapat istirahat dengan cukup
    2. Intervensi:
      1. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
      2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
      3. Dorong untuk ambulasi dini
      4. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang
      5. Hindari tekanan area popliteal
      6. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
  3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
    1. Kriteria hasil;
      1. Membran mukosa lembab
      2. Turgor kulit baik
      3. Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
      4. Tanda vital stabil
    2. Intervensi:
      1. Awasi tekanan darah dan tanda vial
      2. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
      3. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
      4. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
      5. Berikan perawatan mulut sering
      6. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
      7. Berikan cairan IV dan Elektrolit
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi
    1. Kriteria:
      1. Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
      2. Berpartisipasidalam program pengobatan
    2. Intervensi
      1. Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
      2. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
      3. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
      4. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase

Doenges

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
  2. Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC
  3. Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
  4. Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. K\Jakarta. EGC

Sunday, November 22, 2009

Askep Anak Enchephalitis

ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

PENGERTIAN ENCHEPHALITIS

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

PATOGENESIS ENCHEPHALITIS

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

  1. Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
  2. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
  3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

PENYEBAB ENCHEPHALITIS

  1. Penyebab Ensefalitis:
    1. Penyebab terbanyak : adalah virus. Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis), virus morbilli, virus rabies, virus rubella, virus denque, virus polio, cockscakie (A,B), Herpes Zooster,varisella, Herpes simpleks, variola.
    2. Sering : Herpes simplex, Arbo virus
    3. Jarang : Entero virus, Mumps, Adeno virus
    4. Post Infeksi : Measles, Influenza, Varisella
    5. Post Vaksinasi : Pertusis
  2. Ensefalitis supuratif akut :
    1. Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum.

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :

  1. Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
  2. Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

PATHWAY ENCHEPHALITIS

Download Pathway Enchefalitis Via Ziddu

PENGKAJIAN ENCHEPHALITIS

  1. Identitas
    1. Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
  2. Keluhan utama
    1. Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
  3. Riwayat penyakit sekarang
    1. Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
  4. Riwayat penyakit dahulu
    1. Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
  5. Riwayat Kesehatan Keluarga
    1. Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli, dll.
  6. Imunisasi
    1. Kapan terakhir diberi imunisasi DTP, karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
  7. Pertumbuhan dan Perkembangan
  8. Pola Fungsi Kesehatan
    1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
      1. Kebiasaan
        1. sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
      2. Status Ekonomi
        1. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
    2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
      1. Menyepelekan anak yang sakit,tanpa pengobatan yang sempurna
        1. Pemenuhan Nutrisi
        2. Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh. Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.
      2. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan kurang dari normal.
        1. Menurut rumus dari BEHARMAN tahun 1992, umur 1 sampai 6 tahun. Umur (dalam tahun) x 2 + 8
        2. Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
      3. Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.
      4. Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan tentang nutrisi.
        1. Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.
  9. Pola Eliminasi
    1. Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
    2. Kebiasaan Miksi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
    3. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun, konsentrasi urine pekat.
  10. Pola tidur dan istirahat
    1. Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
  11. Pola Aktivitas
    1. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
    2. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.
    3. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM
    4. Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .
    5. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.
  12. Pola Hubungan Dengan Peran
    1. Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
  13. Pola Persepsi dan pola diri
    1. Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri yang meliputi Body Image ,self Esteem ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
  14. Pola sensori dan kuanitif
    1. Sensori
      1. Daya penciuman
      2. Daya rasa
      3. Daya raba
      4. Daya penglihatan
      5. Daya pendengaran.
    2. Kognitif :
  15. Pola Reproduksi Seksual
    1. Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.
  16. Pola penanggulangan Stress
    1. Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
      1. Stress fisiologi: biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
      2. Stress Psikologi tidak di evaluasi.
  17. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
    1. Anak umur 3-4 tahun belum bisa dikaji

PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG ENCHEPHALITIS

Gambaran cairan cerebro-spinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral). Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI PADA ENCHEPHALITIS

  1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan daya tahan terhadap infeksi turun.
    1. Tujuan:tidak terjadi infeksi
    2. Kriteria hasil:
      1. Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
    3. Intervensi:
      1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
        1. Rasional: menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
      2. Observasi suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
        1. Rasional: Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia.
      3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
        1. Rasional: Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
  2. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan aktivitas kejang umum.
    1. Tujuan: Tidak terjadi trauma
    2. Kriteria hasil:
      1. Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
    3. Intervensi:
      1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
        1. Rasional: Melindungi px jika terjadi kejang, pengganjal mulut agar lidah tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
      2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
        1. Rasional: Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
      3. Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb
        1. Rasional: Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
      4. Observasi tanda-tanda vital
        1. Rasional: Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
  3. Resiko terjadi kontraktur berhubungan dengan spastik berulang.
    1. Tujuan : Tidak terjadi kontraktur
    2. Kriteria hasil:
      1. Tidak terjadi kekakuan sendi, Dapat menggerakkan anggota tubuh
    3. Intervensi:
      1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik (terjadi kekacauan sendi)
        1. Rasional: Dengan diberi penjelasan, diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan.
      2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap.
        1. Rasional: Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
      3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
        1. Rasional: Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan perfusi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh.
      4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
        1. Rasional: Dengan melakukan observasi, dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dan dapat dilakukan intevensi segera
      5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi.
        1. Rasional: Diberi dilantin / valium,bila terjadi kejang / spastik ulang
  4. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
  5. Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
  6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
  7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) berhubungan dengan kerusakan susunan saraf pusat.
  8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
  9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
  10. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan Hepovolemia, anemia.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
  2. Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.
  3. Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986.
  4. Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.
  5. Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakart

Askep Acut Lymphosityc Leukemia

PENGERTIAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).

PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:

  1. Faktor eksogen
    1. Sinar x, sinar radioaktif.
    2. Hormon.
    3. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
  2. Faktor endogen
    1. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
    2. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
    3. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur). (Ngastiyah, 1997)

PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.

Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:

  1. Pilek tak sembuh-sembuh
  2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
  3. Demam, anoreksia, mual, muntah
  4. Berat badan menurun
  5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
  6. Nyeri tulang dan persendian
  7. Nyeri abdomen
  8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
  9. Abnormalitas WBC
  10. Nyeri kepala

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc leukemia adalah:

  1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
    1. Ditemukan sel blast yang berlebihan
    2. Peningkatan protein
  2. Pemeriksaan darah tepi
    1. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
    2. Peningkatan asam urat serum
    3. Peningkatan tembaga (Cu) serum
    4. Penurunan kadar Zink (Zn)
    5. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
  3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
  4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
  5. Sitogenik:50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
    1. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
    2. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
    3. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil

PENGOBATAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

  1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberi¬kan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda tanda DIC dapat dibe¬rikan heparin.
  2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhir¬nya dihentikan.
  3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6 merkaptopurin atau 6 mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriami¬sin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama sama dengan prednison. Pada pemberian obat obatan ini sering terdapat akibat samping beru¬pa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
  4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
  5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter¬capai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti¬kan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
  6. Cara pengobatan.Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalaman¬nya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
    1. Induksi Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba¬gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam¬pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
    2. Konsolidasi Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
    3. Rumat (maintenance) Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat dapatnya suatu masa remisi yang lama.Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
    4. Reinduksi Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3 6 bulan dengan pemberian obat obat seperti pada induksi se-lama 10 14 hari.
    5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400¬2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb¬ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
    6. Pengobatan imunologik Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (FKUI, 1985)

PATHWAYS ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Download Pathways Acut Limphositic Leukemia Via Ziddu

MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:

  1. Intoleransi aktivitas
  2. Resiko tinggi infeksi
  3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn
  4. Resiko cedera (perdarahan)
  5. Resiko kerusakan integritas kulit
  6. Nyeri
  7. Resiko kekurangan volume cairan
  8. Berduka
  9. Kurang pengetahuan
  10. Perubahan proses keluarga
  11. Gangguan citra diri / gambaran diri

PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

  1. Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:
    1. Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.
    2. Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
    3. Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
    4. Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
    5. Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
    6. Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
    7. Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
    8. Jika diprogramkan, berikan packed RBC
  2. Mencegah terjadinya infeksi
    1. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
    2. Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka:
      1. Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
      2. Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.
      3. Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
    3. Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
    4. Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
    5. Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
    6. Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / hari
    7. Berikan terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
    8. Yakinkan pemberian makanan yang bergizi
  3. Mencegah cidera (perdarahan)
    1. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
    2. Pantau tanda vital dan nilai trombosit
    3. Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
    4. Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
    5. Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
    6. Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai kulit.
  4. Memberikan nutrisi yang adekuat
    1. Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
    2. Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan
    3. Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi
    4. Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
    5. Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat f. Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang diprogramkan.
  5. Mencegah kekurangan cairan
    1. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
    2. Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
    3. Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual / muntah
    4. Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
    5. Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi
  6. Antisipasi berduka
    1. Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
    2. Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
    3. Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling
    4. Fasilitasi express feeling melalui permainan
  7. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
    1. Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
    2. Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
    3. Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
    4. Mengatasi kecemasan
    5. Pemberian nutrisi
    6. Pengobatan dan efek samping pengobatan
  8. Meningkatkan peran keluarga
    1. Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
    2. Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
    3. Dorong keluarga untuk express feelings
    4. Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
  9. Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri
    1. Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya
    2. Berikan informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
    3. Dukung interaksi sosial / peer group
    4. Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
  3. Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta, Salemba Raya.
  4. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
  5. Sacharin Rosa M. (1993). Prinsip Perawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
  6. Gale Danielle, Charette Jane. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC.
  7. Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC
  8. Sutarni Nani.(2003). Prosedur Dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi. Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang, Tanggal 13-15 November 2003.

Saturday, November 21, 2009

Makalah Caries Dentis

PENGERTIAN CARIES DENTIS

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin dzn sementum) yang bersifat kronik progresif dan disebabkan aktifitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Ditandai dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya.

ETIOLOGI CARIES DENTIS

Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya karies yaitu:

Bakteri

Sifat kariogenik ini berkaitan dengan kemampuan untuk:

  1. Membentuk asam dari substrat (asidogenik)
  2. Menghasilkan kondisi dengan pH rendah

FAKTOR PRESDIPOSISI CARIES DENTIS

Mallenby menyatakan bahwa hipoplasia enamel merupakan faktor presdisposisi perkembangan karies gigi dan akan memperberat gigi yang mengalami karies.

Konsumsi makanan bergizi dan kebiasaan makan juga mempunyai peran besar karena sering ditemukan insidens karies yang berbeda pada populasi dengan konsumsi makanan yang berbeda. Kandungan bahan makanan merupakan faktor yang bertanggung jawab atas perbedaan pembentukan karies antara manusia primitif dan manusia modern. Makanan manusia primitif umumnya berserat tinggi, dapat membersihkan gigi selagi dikunyah, sedangkan manusia sekarang banyak mengkonsumsi makanan berserat rendah.

Kandungan vitamin juga dilaporkan berperan pada proses karies. Defisiensi vitamin A menyebabkan gangguan pembentukan gigi pada binatang dan mungkin juga manusia, walaupun data-data yang mendukung hal ini masih kurang. Mungkin vitamin D paling berperan dalam pembentukan gigi. Kelainan gigi seperti malformasi, dan hipoplasi enamel disebabkan defisiensi vitamin D. Kandungan mineral, seperti Ca danP, berperan dalam pembentukan karies gigi walaupun masih banyak pendapat yang menentang.

PATOFISIOLOGI CARIES DENTIS

Terdapat tiga teori mengenai terjadinya karies, yaitu teori asidogenik (teori kemoparasiter Miller), teori proteolitik, dan teori proteolisis kelasi.

  1. Teori Asidogenik Miller (1882) menyatakan bahwa kerusakan gigi adalah adalah proses kemoparasiter yang terdiri atas dua tahap, yaitu dekalsifikasi email sehingga terjadi kerusakan total email dan dekalsifikasi dentin pada tahap awal diikuti oleh pelarutan residunya yang telah melunak. Asam yang dihasilkan oleh bakteri asidogenik dalam proses fermentasi karbohidrat dapat mendekalsifikasi dentin, menurut teori ini, karbohidrat, mikroorganisme, asam, dan plak gigi berperan dalam proses pembentukan karies.
  2. Teori Proteolitik Gottlieb (1944) mempostulasikan bahwa karies merupakan suatu prose proteolisis bahan-bahan organik dalam jaringan keras gigi oleh produk bakteri. Dalam teori ini dikatakan mikroorganisme menginvasi jalan organik seperti lamela email dan sarung batang email (enamel rod sheath), serta merusak bagian-bagian organik ini. Proteolisis juga disertai pembentukan asam. Pigmentasi kuning merupakan ciri karies yang disebabkan produksi pigmen oleh bakteri proteolitik. Teori proteolitik ini menjelaskan terjadinya karies dentin dengan email yang masih baik. Manley dan Hardwick (1951) menggabungkan teori proteolitik dan teori asidogenik .
    Menurut mereka teori-teori tersebut dapat berjalan sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Teori ini menyatakan bahwa bakteri-bakteri dapat membentuk asam dari substrat karbohidrat, dan bakteri tertentu dapat merusak protein jika tidak ada karbohidrat, karena itu terdapat dua tipe lesi karies. Pada tipe I, bakteri menginvasi lamela email, menyerang email dan dentin sebelum tampak adanya gejala klinis karies. Tipe II, tidak ada lamela email, hanya terdapat perubahan pada email sebelum terjadi invasi mikroorganisme. Perubahan email ini terjadi akibat dekalsifikasi email oleh asam yang dibentuk oleh bakteri dalam plak gigi diatas email. Lesi awal ini disebut juga calky aanamel.
  3. Teori Proteolisis Kelasi Teori ini diformulasikan oleh Schatz (1955). Kelasi adalah suatu pembentukan kompleks logam melalui ikatan kovalen koordinat yang menghasilkan suatu kelat. Teori ini menyatakan bahwa serangan bakteri pada email dimulai oleh mikroorganisme yang keratinolitik dan terdiri atas perusakan protein serta komponen organik email lainnya, terutama keratin. Ini menyebabkan pembentukan zat-zat yang dapat membentuk kelat dan larut dengan komponen mineral gigi sehingga terjadi dekalsifikasi email pada pH netral atau basa.

MANIFESTASI KLINIS CARIES DENTIS

Gambaran klinis karies email yaitu:

  1. Lesi dini atau lesi bercak putih/coklat (karies insipien)
  2. Lesi lanjut (lesi yang telah mengalami kavitasi)

Gejala paling dini karies email secara makroskopik adalah suatu ‘bercak putih’. Bercak ini jelas terlihat pada gigi cabutan yang kering yang tampak sebagai suatu lesi kecil., opak dan merupakan daerah berwarna putih, terletak sedikit kearah serviks dan titik kontak. Warna tampak berbeda dibandingkan email di sekitarnya yang masih sehat.

Pada tahap ini, deteksi dengan sonde tidak dapat dilakukan karena email yang mengelilinginya masih keras dan mengkilap. Kadang-kadang lesi tampak coklat karena materi yang terserap kedalam pori-porinya. Baik bercak putih maupun coklat bisa bertahan bertahun-tahun lamanya karena perkembangan lesi tersebut dapat dicegah. Jika lesi email sempat berkembang, permukaan yang semula utuh akan pecah (kavitasi) dan akan terbentuk lubang (kavitas).

Pada saat pemeriksaan diperlukan pencahayaan yang baik. Gigi harus bersih dan kering, sehingga kotoran dan karang gigi harus dibersihkan dahulu. Gigi yang sudah kering harus diisolasi dengan gulungan kapas sehingga tidak basah oleh saliva. Gigi harus betul-betul kering dan pengeringan biasanya dengan penyemprotan secara perlahan-lahan.

Untuk menemukan tanda awal karies diperlukan penglihatan yang tajam. Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan sonde tajam sampai terasa menyangkut. Sebaiknya hal ini jangan dilakukan karena sonde tajam akan merusak lesi karies yang masih baru dan bakteri akan terbawa dalam lesi sehingga kariesnya menyebar

PEMERIKSAAN PENUNJANG CARIES DENTIS

Radiograf bite wing diperlukan dalam menegakkan diagnosis. Pada tehnik ini sinar diarahkan tegak lurus terhadap sumbu gigi dan menyinggung titik kontak. Film diletakkan di sebelah lingual gigi posterior. Pasien menahan posisi tersebut dengan menggigit pegangan filmnya. Tiap daerah yang mungkin diserang karies harus dinilai secara tersendiri.

DIAGNOSIS CARIES DENTIS

Berdasarkan pola klinisnya, Nikiforuk membagi karies menjadi 3 golongan yaitu menurut morfologi, dinamika, dan keparahan. Yang termasuk golongan morfologis adalah karies pit dan fisur, karies permukaan halus, karies akar atau karies sementum, dan karies email linear. Karies pit dan fisur tipe primer terbentuk di permukaan oklusal molar dan premolar, permukaan bukal dan lingual molar dan permukaan lingual insisivus maksila.

Pit dan fisur yang berdinding tinggi dan terjal, serta berdasar sempit paling rentan terhadap karies, Pit dan fisur kadang dianggap kelainan perkembangan, terutama karena email pada tempat yang dalam sering sangat tipis, bahkan terkadang tidak ada, sehingga dentin terpapar, Pit dan fisur pada proses awal karies tampak coklat atau hitam, terasa agak lembut.

Email yang berbatasan denagan pit dan fisur tersebut, mungkin terlihat opak putih kebiruan karena proses dibawahnya. Proses ini terjadi melalui penyebaran lateral karies pada batas dentin dan email, sehingga dapat terbentuk lubang yang besar dibawah email.

Karies permukaan halus timbul pada permukaan proksimal gigi dan sepertiga gingival permukaan bukal dan lingual. Karies ini jarang timbul pada bagian lain, kecuali pada gigi yang malformasi atau malposisi. Karies ini biasanya diawali dengan pembentukan plak. Karies proksimal biasanya timbul tepat dibawah titik kontak dan awalnya tampak opaksitas putih samar pada email tanpa diskontinuitas permukaan email.

Pada beberapa kasus dapat tampak sebagai daerah berpigmentasi kuning atau coklat dan berbatas tegas. Tempat putih kapur ini kemudian menjadi agak kasar karena dekalsifikasi superfisial. Dengan penetrasi karies ke email, email disekitar lesi menjadi putih kebiruan. Karies yang cepat menyebar umumnya mempunyai tempat penetrasi kecil, sedang yang lambat biasanya membentuk lubang terbuka yang dangkal.

Karies servikal terdapat pada permukaan bukal, lingual, atau labial. Lesi karies servikal adalah kavitas berbentuk bulan sabit, bermula sebagai daerah putih agak kasar kemudian berlubang. Karies ini hampir selalu berupa lubang terbuka dan tidak menunjukkan titik penetrasi sempit seperti pada karies pit dan fisur. Karies ini tidak mempunyai predileksi pada gigi tertentu. Hal penting pada proses perkembangan karies di email adalah perembesan asam kedalam substansinya.

Secara klinis tahapan tersebut dibagi menjadi beberapa fase, yaitu lesi dini, remineralisasi, dan kavitasi. Lesi karies email berbentuk kerucut dengan puncak dipermukaan luar pada daerah pit dan fisur, sedangkan pada karies permukaan halus, puncak kerucut mengarah kebatas dentin-email (dentino-enamel junction). Menurut Feyersjkov, bentuk ini mengikuti arah prisma email.

Penelitian histologi menunjukkan bahwa karies tidak hanya proses demineralisasi yang progresif, tetapi juga suatu proses perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Dengan menggunakan mikroskop cahaya, radiografi mokro, dan mikroskop elektron transmisi, remineralisasi dapat didefinisikan sebagai suatu penempatan mineral anorganik di daerah yang sebelumya telah kehilangan mineral tersebut.

Karies gigi diwarnai oleh periode perusakan dan perbaikan. Untungnya gigi terbenam dalam saliva, yaitu cairan yang berpotensi menimbulkan remineralisasi. Namun jika terjadi kavitasi, remineralisasi tak dapat menambal lubangnya. Jika lesi berkembang terus, zona permukaan akhirnya akan pecah dan membentuk kavitas, sehingga sekarang plak akan terbentuk dalam kavitas dan terlindung dari usaha pembersihan seperti menyikat gigi.

Karena itu suatu lesi yang telah mengalami kavitasi berkembang lebih cepat, dapat terhenti walaupun masih menetap, dan mengalami remineralisasi sebagian. Hal ini terutama bila terjadi perubahan diet, mokroorganisme yang kariogenik mengalami kekurangan substrat yang dibutuhkan, atau lesi berada pada permukaan yang mudah dibersihkan.

Seperti halnya karies yang terjadi di email, perubahan awal bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi akibat difusi asam kedalam jaringan. Sekali email telah berhasil dipenetrasi oleh bakteri, maka dentin akan terbuka bagi serangan bakteri secara langsung. Manifestasi paling awal karies email insipien adalah timbulnya area dekalsifikasi dibawah plak gigi yang mirip dengan permukaan kapur yang licin.

Karies rampan adalah kerusakan beberapa gigi secara cepat dan sering melibatkan permukaan gigi yang biasanya bebas karies, terutama dijumpai pada gigi susu bayi yang selalu menghisap ‘dot’ bergula, juga dapat dijumpai pada remaja yang sering makan kudapan kariogenik dan minuman manis, serta pada penderita xerostomia.

Karies terhenti adalah suatu lesi yang tidak berkembang. Dijumpai jika lingkungan oral berubah dari yang memungkinkan timbul karies menjadi keadaan yang cenderung menghentikan karies.

Berdasarkan keparahan atau kecepatan berkembangnya, karies dikatakan ringan bila terkena pada daerah yang sangat rentan, misalnya permukaan oklusal gigi molar permanen, dikatakan moderat bila terkena pada permukaan oklusal dan proksimal gigi posterior, dan dikatakan parah jika menyerang gigi anterir, daerah yang biasanya bebas karies.

Karies bisa juga digolongkan berdasarkan kronologi, yaitu karies susu botol dan karies adolesens. Juga terdapat klasifikasi secara klinis yang membagi karies menjadi karies akut dan kronis.

PENATALAKSANAAN CARIES DENTIS

Setelah diagnosis karies ditegakkan, maka ada dua cara pendekatan yang mungkin ditempuh yaitu:

  1. Menggunakan usaha preventif untuk mencoba menghentikan penyakit
  2. Membuang jaringan yang rusak dan menggantikannya dengan restorasi disertai usaha pencegahan terhadap rekurensinya.

Kedua pendekatan diatas dipertimbangkan berdasarkan informasi diagnostik yang diperoleh. Usaha-usaha pencegahan yang dilakukan berkaitan dengan peran karbohidrat diantaranya adalah:

  1. Menurunkan konsumsi sukrosa
  2. Mengubah bentuk fisik makanan yang dikonsumsi, misalnya dengan menghindari makanan yang lengket Tidak lupa pula dengan cara pencegahan lain yang bersifat umum seperti
  3. Kebiasaan menggosok gigi secara tepat dan benar tentang tata cara dan secara konsisten atau teratur
  4. Selalu memeriksakan kesehatan gigi setidak-tidaknya tiap 6 bulan sekali

DAFTAR PUSTAKA

  1. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu Ika, Setiowulan Wiwik, “Kapita Selekta Kedokteran” Edisi ke-3 jilid 1, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakrta, 1999.

Manifestasi Klinis Leptospirosis

MANIFESTASI KLINIS LEPTOSPIROSIS

Posting ini kelanjutan dari posting tentang PATOFISIOLOGI LEPTOSPIROSIS

Manifestasi klinis leptospirosis bervariasi, dari sakit dengan gejala demam ringan hingga bentuk iktero-hemoragik dengan penyulit pada otak, ginjal dan liver.

Penyakit Weil’s merupakan manifestasi penyakit terberat leptospirosis. Masa inkubasi 2-12 hari, rata-rata 7 hari. Onset penyakit mendadak, disertai demam menggigil, sepertiga diantaranya mengalami gejala prodormal kelemahan umum, dan sakit kepala.

Trias gejala klinis penyakit ini adalah demam, ikterik dan perdarahan-perdarahan.

Manifestasi klinis dibagi dalam tiga stadium.

  1. Stadium pertama berlangsung pada minggu pertama disebut stadium demam.
  2. Stadium kedua disebut stadium Ikterik.
  3. Stadium ketiga terjadi pada minngu ketiga disebut satadium konvalesen.

Demam, semua menunjukkan gejala demam dengan temperatur 39,0C pada dua hari pertama dengan lama demam 8 hari. Ikterik, muncul terutama pada minggu ke-2, merupakan gejala penting pada penyakit ini. Ikterik muncul atau berlangsung hari ke-1 hingga ke-13 dengan puncak pada hari ke-4 hingga ke-6. Ikterus berlangsung antara 3 hingga 6 minggu (minimal 4 hari, maksimal 70 hari).

Perdarahan, dialami oleh 70% pasien dengan penyakit ini. Perdarahan subkutan seperti petekie, purpura; perdarahan pada gusi, dan palatum, epistidaksis hingga perdarahan saluran cerna; perdarahan konjungtiva, sputum berdarah, batuk darah, perdarahan saluran genital, hematuria.

Selain demam, ikterik, perdarahan leptospirosis juga disertai gejala neurologis, saluran cerna, sendi dan otot. Gejala neurologis seperti sakit kepala, sulit tidur, gangguan kesadaran, delirium, kekakuan leher memnunjukkan infeksi berlangsung serius. Gejala pada saluran cerna, anoreksia, konstipasi, mual, muntah, nyeri abdomen, meteorismus, ceguken. Masa inkubasi leptospirosis adalah 2-20 hari, dari jumlah individu yang terpapar Leptospira, 90% akan berkembang menjadi leptospirosis anikterik, dan 10% menjadi leptospirosis ikterik.

Manifestasi klinis sangat bervariasi dan menyerupai penyakit infeksi lain, paling jelas serta klasik bila muncul penyakit Wel’s. Ada dua bentuk manifestasi klinis penyakit ini, yang ringan (anikterik) dan manifestasi yang berat (ikterik atau penyakit Weil’s).

Manifestasi klinis leptospirosis berlangsung bifasik yaitu fase septik (fase akut atau fase leptospiremia) dan fase imun. Fase septik, berakhir pada penghujung minggu pertama dengan manifestasi awal sindrom semacam flu, pada fase ini dapat ditemukan Leptospira di dalam darah. Kemudian diikuti fase imun yang berlangsung hari ke 4-30 dengan ditandai produksi antibodi dan sekresi Leptospira dalam urine, serta munculnya manifestasi meningitis aseptik, uveitis, iritis, rash kulit dan gangguan liver serta ginjal. Selama fase ini Leptospira dapat ditemukan dalam urine dan cairan serebrospinal.

Komplikasi leptospirosis sangat dipengaruhi kondisi Leptospira dalam jaringan selama fase imun dan sering terjadi padaminggu ke-2 berlangsungnya infeksi.

TEMUAN LABORATORIUM

Berbagai derajat anemia terjadi terutama pada 7 hari pertama, anemia semakin nyata setelah 3-4 minggu sakit. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin terdapat peningkatan laju endap darah pada awal infeksi dan tetap tinggi selama sakit maupun fase penyembuhan.

Leukositosis dengan netrofilia 9.000-15.000 per mm3 sering terlihat pada minggu pertama sakit.

Trombosit biasanya normal pada sakit ringan hingga sedang, tetapi trombositopeni juga jarang terjadi pada infeksi berat.

Pada urine terdapat proteiuria, piuria dan hematuria mikroskopis, serta toraks hialin maupun granuler.

Proteinuria terutama pada minggu pertama dan menghilang pada minggu ke-2 sakit. Secara mikroskopis Leptospira dapat ditunjukkan melalui: mikroskop lapangan gelap, immunoflouresence, maupun pemeriksaan mikroskopis setelah pengecatan. Mikroskop lapangan gelap dapat mendeteksi leptospirosis bila jumlahnya mencapai 104 Leptospira/ml. Deteksi antigen: metode RIA (radioimmunoassay) dapat mendeteksi Leptospira 104-105 Leptospira/ml, sedangkan metode ELISA dapat mendeteksi Leptospira 105 Leptospira/ml.

Biakan, minggu pertama bahan diambil dari darah maupun cairan serebrospinal sedangkan pada minggu kedua dan seterusnya bahan diambil dari urine. Serologis, IgM antibodi dalam darah mulai dapat ditentukan pada 5-7 hari setelah munculnya gejala. Dengan pemeriksaan serologis ini dapat ditentukan genus dan serogrupnya melalui tes aglutinasi yaitu MAT (microscopic agglutination test) atau dengan tes fiksasi komplemen.

Pemeriksaan biomolekuler bisa dilakukan dengan PCR (polymerase chain reaction). Leptospirosis berat ditandai dengan gangguan faal hati dan ginjal. Pemeriksaan faal hati menunjukkan serum GOT (aspartate aminotransferase; AST), dan GPT (alanine aminotransferase; ALT) dan dehidrogenase laktat (LDH) yang meningkat. Temuan ini penting untuk membedakan leptospirosis dengan hepatitis virus. Perubahan histologis pada liver sering terjadi pada leptospirosis terutama penyakit Weil’s disertai obstruksi intrahepatik. Tes fungsi ginjal sering ditandai peningkatan BUN sering hingga 100-200 mg/dl, apabila kadarnya lebih 200mg/dl menandakan penyakit yang berat.

DIAGNOSIS

Diagnosis perlu segera ditegakkan dengan berlandaskan pada gambaran klinis, temuan laboratoris, dan epidemiologis. Kecurigaan terhadap leptospirosis bila terdapat gejala klinis yang karakteristik seperti demam mendadak yang disertai kelemahan umum, nyeri otot, kongesti konjungtiva serta pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis dengan neutrofilia, peningkatan LED, proteinuria untuk membedakan dengan hepatitis virus.

Pada penyakit Weil’s ditandai demam, ikterus dan perdarahan. Diagnosis definitif dibuat berdasarkan isolasi organisme dari berbagai spesimen, atau serokonversi atau peningkatan titer antibodi 4 kali lipat.

Leptospira dapat diisolasi dari darah atau cairan serebrospinal selama 10 hari pertama. Medium Korthof dan Tween 80-albumin merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan Leptospira. Organisme ini juga dapat dideteksi melalui mikroskop lapangan gelap, PCR, pengecatan silver pada berbagai cairan tubuh atau pengecatan antibodi fluorescen dari jaringan.

Antibodi spesifik Leptospira dapat dideteksi dengan aglutinasi makroskopis pada antigen yang dimatikan, atau aglutinasi mikroskopis dari antigen hidup (lebih spesifik) dan ELISA. Aglutinin mulai nampak setelah 6-12 hari, titernya mencapai puncak dicapai pada minggu 3-4. Reaksi silang sering terjadi dengan penyakit yang disebabkan Spirochaeta yang lain.

TERAPI

Pengobatan harus segera dilakukan seawal mungkin terutama dalam 2-3 hari pertama Imunoterapi menggunakan imunoglobulin spesifik serum kuda yang diberikan 5 hari pertama terbukti efektif untuk mencegah progresifitas penyakit serta memperbaiki prognosis.

Antibiotika peranannya sangat penting dalam penanggulangan leptospirosis Berbagai antibiotika bermanfaat karena cukup sensitif terhadap Leptospira seperti streptomisin, penisilin, tetrasiklin, eritromisin, siprofloksasin, sefalosporin. Untuk penisilin dan chepems memounyai minimal inhibitory concetrations (MIC) terendah terhadap Leptospira pada fase pertumbuhan logaritmik, kurang efektif pada fase-fase stasioner.

Streptomisin meskipun dapat bekerja pada fase pertumbuhan tetapi lebih efektif pada fase stasioner. Pada infeksi 4-5 hari pertama Streptomisin sangat efektif mengeliminasi Leptospira. Streptomisin 1-2 gram dua kali sehari intramuskuler diberikan selama 2-4 hari sangat efektif pada sindrom Wel’s. Antibiotoka yang dapat bekerja pada fase pertumbuhan logaritmik maupun stasioner adalah gentamisin, tobramisin, isepamisin.

MORTALITAS

Mortalitas leptospirosis berat mencapai 15-40%.

PENCEGAHAN

Kontrol infeksi leptospiral harus dilandasi upaya pencegahan dan menurunkan karier Leptospira antara lain sebagai berikut.

  1. Salah satu upaya adalah melindungi kulit pada saat kontak dengan air kotor dengan baju pelindung, sepatu boot, sarung tangan. Bagi pekerja di tempat resiko tinggi perlu dilakukan vaksinasi menggunakan vaksin serovar copenhageni, autumnalis, hebdomadis, australis, pyrogenes. Karena transmisi sering terdapat pada air kotor maupun tanah yang terpapar Leptospira, maka mengusahakan drainase air, melakukan desinfeksi tanah menggunakan lime, serta menghindari penularan infeksi melalui kulit intak maupun mukosa saluran cerna (Kobayashi, 2001)
  2. Inada dkk juga menyarankan dilakukan imunisasi pada binatang dengan spirochaeta yang telah dimatikan menggunakan carbolic acid. Paling efektif dengan kontrol terhadap tikus, dan menghindari kontak dengan urine dan air yang terkontaminasi Leptospira.
  3. Bagi individu yang beresiko tinggi terpapar Leptospira atau akan mengunjungi daerah endemik dianjurkan memakai doksisiklin 200 mg per minggu.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Dr. Nasronudin, dr., SpPD, K-PTI; Usman Hadi, dr., SpPD, K-PTI; Vitanata, dr.,SpPD; Erwin AT, dr.,SpPD; Bramantono, dr., SpPD; Prof. Dr. Suharto, dr., SpPD, MSc, 3. DTM&H, K-PTI; Prof. Eddy Suwandojo, dr.,SpPD, K-PTI, “Penyakit Infeksi di Indonesia, Solusi kini dan mendatang”, Airlangga University Press, Surabaya, 2007