Semua impian kita dapat menjadi nyata,

jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.

Jika Anda menginginkan sesuatu yang belum pernah anda miliki,

anda harus bersedia melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan.

Kehidupan itu ibarat naik sepeda,

anda tidak akan jatuh kecuali anda berencana untuk berhenti mengayuhnya.

Pikiran kita ibarat parasut,

hanya berfungsi ketika terbuka.

Sukses adalah sebuah perjalanan,

bukan tujuan akhir.

Thursday, April 8, 2010

Cara Mengukur GCS (Glasgow's Coma Scale)

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Cara Mengukur GCS (Glasgow's Coma Scale) - MAKALAH KEPERAWATAN

Kali ini adalah posting bagaimana seorang perawat mengukur GCS (Glasgow's Coma Scale) untuk di terapkan dalam ketrampilan sehari-hari bagi perawat maupun mahasiswa perawat

 

Skala Koma Glasgow

Membuka Mata

(Eye Respons)

RESPON

SCORE

KET

CONTOH

Spontan

4

Membuka mata dengan panggilan

Mas…. (Klien langsung membuka matanya)

Dengan perintah

3

Membuka mata dengan perintah yang diperintahkan

Mas….. Buka matanya (Klien baru membuka matanya

Dengan rangsang nyeri

2

Membuka mata bila ada rangsang nyeri

Klien dicubit baru membuka matanya

Tidak Ber respon

1

Tidak membuka mata saat ada rangsang apapun

 

Respon Verbal

(Verbal Respons)

RESPON

SCORE

KET

Berorientasi

5

Menjawab pertanyaan tentang orientasi waktu, lingkungan, orang, tempat dengan benar

Bicara membingungkan

4

Menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan tetapi jawaban tidak sesuai dengan kenyataan / jawaban di luar pertanyaan

Kata-kata tidak tepat

3

Menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan pertanyaan tetapi jawaban membentuk satu satu kalimat

Suara tidak dapat dimengerti

2

Menjawab dengan tidak membentuk kalimat / kata

Tidak berespons

1

Tidak ada respon

Respon Motorik

(Motorik Respons)

RESPON

SCORE

KET:

Dengan perintah

6

Mengankat anggota badan sesuai dengan perintah kita

Melokalisasi nyeri

5

Mengankat anggota badan yang dirangsang nyeri

Menarik area yang nyeri

4

Mengangkat dengan cepat dan menghindar bagian yang dirangsang nyeri>

Fleksi abnormal

3

Menarik flexi anggota badan yang dirangsang nyeri

Ekstensi

2

Menarik extensi anggota badan yang dirangsang nyeri

Tidak berespons

1

Tidak ada respon

Semoga ada manfaatnya....

Wednesday, April 7, 2010

Askep Bayi Lahir Prematur

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Bayi Lahir Prematur - ASKEP ANAK. Ini adalah kelanjutan posting sebelumnya ( Baca : Askep BBL (Bayi Baru Lahir) Sakit dan Askep Hipothermia dan Hiperthermia )

BAYI PREMATUR

Definisi :

Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.

Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.

Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.

Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.

Etiologi dan faktor presipitasi:

Permasalahan pada ibu saat kehamilan :

  1. Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
  2. Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
  3. Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
  4. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine

Pengkajian

  1. Riwayat kehamilan
    1. Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah
    2. Kehamilan kembar
    3. Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
    4. Kemungkinan penyakit genetik
    5. Riwayat melahirkan prematur
    6. Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya
    7. Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus
    8. Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol
    9. Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.
  2. Status bayi baru lahir
    1. Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau besar masa kehamilan
    2. Berat badan dibawah 2500 gram
    3. Kurus, lemak subkutan minimal
    4. Adanya kelainan fisik yang terlihat
    5. APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal.
  3. Kardiovaskular
    1. Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur
    2. Saat kelahiran, terdengar murmur
  4. Gastrointestinal
    1. Protruding abdomen
    2. Keluaran mekonium setelah 12 jam
    3. Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
    4. Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital
  5. Integumen
    1. Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning
    2. Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh
    3. Kurus
    4. Edema general atau lokal
    5. Kuku pendek
    6. Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis
  6. Muskuloskeletal
    1. Cartilago pada telinga belum sempurna
    2. Tengkorak lunak
    3. Keadaan rileks, inaktive atau lethargi
  7. Neurologik
    1. Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi
    2. Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif
    3. Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
    4. Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu
    5. Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik
  8. Pulmonary
    1. Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea
    2. Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)
    3. Terdengar crakles pada auskultasi
  9. Renal
    1. Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
    2. Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine
  10. Reproduksi
    1. Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol
    2. Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.
  11. Data penunjang
    1. X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
    2. Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
    3. Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
    4. Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
    5. Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
    6. Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

Diagnosa keperawatan

  1. Dx. 1. Resiko tinggi distress pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
    1. Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru
    2. Tindakan :
      1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :
        1. Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi abnormal selama kehamilan dan persalinan
        2. Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi
        3. Respiratory rate, kedalaman, takipnea
        4. Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal)
        5. Cyanosis, penurunan suara nafas
      2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut :
        1. Bradykardi
        2. Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau minum ASI)
        3. Distensi abdomen
        4. Suhu tubuh dan mottling
        5. Kebutuhan stimulasi
        6. Episode dan durasi apnea
        7. Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis, kegagalan pernafasan.
      3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :
        1. Berikan oksigen sesuai indikasi
        2. Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik
        3. Pertahankan suhu lingkungan yang normal
      4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik
      5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.
  2. Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
    1. Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal
    2. Tindakan :
      1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
      2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu
      3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi
      4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau dingin
      5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin
  3. Dx. 3. Defisiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
    1. Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi
    2. Tindakan :
      1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
      2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
      3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan.
      4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake
      5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum secara oral
      6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan
      7. Monitor kadar gula darah
  4. Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
    1. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
    2. Tindakan :
      1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
      2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg berat badan jika dibutuhkan.
      3. Timbang berat badan bayi setiap hari
      4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.
      5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
      6. Pertahankan suhu lingkungan normal
      7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :
        1. Peningkatan suhu tubuh
        2. Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit.
        3. Sepsis
        4. Aspiksia dan hipoksia
      8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.
  5. Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
    1. Tujuan : Infeksi dapat dicegah
    2. Tindakan :
      1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice
      2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi infeksi di ruang perawatan
      3. Amati sampel darah dan drainase
      4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin
      5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
        1. Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi
        2. Ikuti protokol isolasi bayi
        3. Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi
  6. Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
    1. Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
    2. Tindakan :
      1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
      2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi
      3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan agen pembersih atau plester.
  7. Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
    1. Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan
    2. Tindakan :
      1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus. Observasi :
        1. Deficit neurologik
        2. Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
        3. Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal
        4. Efek obat terhadap perkembangan bayi
      2. Berikan stimulasi visual :
        1. Arahkan cahaya lampu pada bayi
        2. Ayunkan benda didepan mata bayi
        3. Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi
      3. Berikan stimulasi auditory :
        1. Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah dan jelas
        2. Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat memberikan perawatan
        3. Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio
        4. Hindari suara bising di sekitar bayi
      4. Berikan stimulasi tactile :
        1. Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
        2. Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
        3. Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau kapas
        4. Berikan perubahan posisi secara teratur
      5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
      6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.
  8. Dx. 8. Defisit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah
    1. Tujuan :Keluarga mengetahui cara merawat anak yang sakit di rumah
    2. Tindakan :
      1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang :
        1. Proses penyakit
        2. Prosedur perawatan
        3. Tanda dan gejala problem respirasi
        4. Perawatan lanjutan dan therapy
      2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak :
        1. Therapy home oksigen
        2. Ventilasi mekanik
        3. Fisiotherapi dada
        4. Therapy obat
        5. Therapy cairan dan nutrisi
      3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya
      4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
      5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.

ASFIKSIA

Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.

Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.

Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA

Yang Dinilai

2

1

0

Nilai

Pernafasan

Teratur

Megap-megap

Tidak ada

 

Denyut jantung

> 100/menit

< 100/menit

Tidak ada

 
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA
       

Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah :.

  1. Tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4
  2. Asfiksia sedang nilai 2 – 3
  3. Asfiksia berat nilai 1
  4. Bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0

Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.

Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.

Diagnosa Keperawatan

  1. Gangguan pertukaran gas
    1. Data penunjang/Faktor kontribusi :
      1. Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin.
      2. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi.
      3. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat.
      4. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik.
    2. Tujuan :
      1. Jalan nafas bebas dari sekret/mukus
      2. Pernafasan dan nadi dalam batas normal
      3. Cyanosis tidak terjadi
      4. Tidak ada tanda dari disstres pernafasan.
    3. Intervensi :
      1. Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
      2. Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion.
      3. Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
      4. Kaji respiratori rate
      5. Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
      6. Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
      7. Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
      8. Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
      9. Amati intensitas tangisan
      10. Catat pulse apikal
      11. Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
      12. Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
      13. Kolaborasi
        1. Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
        2. Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
        3. Berikan terapi resusitasi

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988
  2. Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991
  3. Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994
  4. Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990

Semoga ada manfaatnya...

Tuesday, April 6, 2010

Askep Hipothermia dan Hiperthermia

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Hipothermia dan Hiperthermia - ASKEP ANAK. Ini adalah kelanjutan posting sebelumnya tentang Askep BBL (Bayi Baru Lahir) Sakit

HIPOTHERMIA dan HIPERTHERMIA

HIPOTHERMIA

Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipothermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipothermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipothermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipothermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipothermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipothermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

Etiologi dan faktor presipitasi
  1. Prematuritas
  2. Asfiksia
  3. Sepsis
  4. Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral
  5. Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
  6. Eksposure suhu lingkungan yang dingin
Penanganan hipothermia ditujukan pada:
  1. Mencegah hipothermia
  2. Mengenal bayi dengan hipothermia
  3. Mengenal resiko hipothermia
  4. Tindakan pada hipothermia
Tanda-tanda klinis hipothermia:
  1. Hipothermia sedang:
    1. Kaki teraba dingin
    2. Kemampuan menghisap lemah
    3. Tangisan lemah
    4. Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
  2. Hipothermia berat
    1. Sama dengan hipothermia sedang
    2. Pernafasan lambat tidak teratur
    3. Bunyi jantung lambat
    4. Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
  3. Stadium lanjut hipothermia
    1. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
    2. Bagian tubuh lainnya pucat
    3. Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

HIPERTHERMIA

Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.

Gejala hiperthermia pada bayi baru lahir :

  1. Suhu tubuh bayi > 37,5 C
  2. Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
  3. Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang

Pengkajian Hipothermia dan Hiperthermiaa

  1. Riwayat kehamilan
    1. Kesulitan persalinan dengan trauma infant
    2. Penyalahgunaan obat-obatan
    3. Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu
  2. Status bayi saat lahir
    1. Prematuritas
    2. APGAR score yang rendah
    3. Asfiksia dengan rescucitasi
    4. Kelainan CNS atau kerusakan
    5. Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
    6. Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal
  3. Kardiovaskular
    1. Bradikardi
    2. Takikardi pada hiperthermia
  4. Gastrointestinal
    1. Asupan makanan yang buruk
    2. Vomiting atau distensi abdomen
    3. Kehilangan berat badan yang berarti
  5. Integumen
    1. Cyanosis central atau pallor (hipothermia)
    2. Kulit kemerahan (hiperthermia)
    3. Edema pada muka, bahu dan lengan
    4. Dingin pada dada dan ekstremitas(hipothermia)
    5. Perspiration (hiperthermia)
  6. Neurologic
    1. Tangisan yang lemah
    2. Penurunan reflek dan aktivitas
    3. Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan
  7. Pulmonary
    1. Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
    2. Retraksi dada
    3. Ekspirasi grunting
    4. Episode apnea atau takipnea (hiperthermia
  8. Renal
    1. Oliguria
  9. Study diagnostik
    1. Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas
    2. Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
    3. Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
    4. Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
    5. Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi

Diagnosa keperawatan

  1. Dx.1. Suhu tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang dingin atau panas.
    1. Tujuan 1: Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual ketidakstabilan suhu tubuh
      1. Tindakan:
        1. Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu
        2. Kaji potensial dan aktual hipothermia atau hiperthermia :
          1. Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur
          2. Monitor suhu lingkungan
          3. Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan
          4. Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya
          5. Observasi warna kulit
          6. Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas seizure
          7. Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.
    2. Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu tubuh
      1. Tindakan:
        1. Lindungi dinding inkubator dengan
          1. Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
          2. Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C
          3. Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator
        2. Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas
        3. Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
        4. Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas
        5. Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu
        6. Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
        7. Sesedikit mungkin membuka inkubator
        8. Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
        9. Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode kangguru)
        10. Beri topi dan bungkus dengan selimut
    3. Tujuan 3: Mencegah komplikasi dingin
      1. Tindakan:
        1. Kaji tanda stress dingin pada bayi :
          1. Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C
          2. Kelemahan dan iritabilitas
          3. Feeding yang buruk dan lethargy
          4. Pallor, cyanosis central atau mottling
          5. Kulit teraba dingin
          6. Warna kemerahan pada kulit
          7. Bradikardia
          8. Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting
          9. Penurunan aktivitas dan reflek
          10. Distesi abdomen dan vomiting
        2. Berikan treatment pada aktual atau resiko injury karena dingin sebagai berikut :
          1. Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit
          2. Pertimbangkan pemberian plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit
          3. Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya
          4. Monitor serum glukosa
          5. Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik
          6. Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan, berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35 C
  2. Dx.2. Defisit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi.
    1. Tujuan: Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bay
      1. Tindakan:
        1. Beri informasi pada orangtua tentang :
          1. Penyebab fluktuasi suhu tubuh
          2. Kondisi bayi
          3. Treatment untuk menstabilkan suhu tubu
          4. Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat menggendong dan bepergia
        2. Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya
        3. Informasikan kepada orangtua tentang perawatan saat bayi di inkubator
        4. Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988
  2. Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991
  3. Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994
  4. Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990

Posting berlanjut dan tak terpisahkan dengan posting selanjutnya tentang Askep / Asuhan Keperawatan Bayi Lahir Prematur

Semoga ada manfaatnya...

Sunday, April 4, 2010

Askep BBL (Bayi Baru Lahir) Sakit

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan BBL (Bayi Baru Lahir) Sakit - ASKEP ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT (HIPERBILIRUBINEMIA, HIPOTERMIA dan HIPERTERMIA, BAYI PREMATUR, ASFIKSIA)

PENDAHULUAN

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :

  1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
  2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
  3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
  4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
  5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
  6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :

  1. Pelayanan Dasar
    1. Persalinan aman dan bersih
    2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
    3. Mempertahankan pernafasan spontan
    4. ASI Ekslusif
    5. Perawatan mat
  2. Pelayanan Khusus
    1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
    2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
    3. Imunisasi

Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.

EFEK SAKIT PADA NEONATUS

Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.

Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.

REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA

Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :

  1. Denial
    Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.
  2. Rasa bersalah
    Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.
  3. Marah
    Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.

HIPERBILIRUBINEMIA

Definisi :

Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Etiologi:

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.

Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia

 

Fisiologis jaundice

Jaundice yang berhubungan dengan Breast feeding

Jaundice Breast milk

Hemolitik desease

Penyebab

Fungsi hepatik immatur ditambah peningkatan bilirubin dari hemolisis RBC

Intake susu yang jelek berhubungan dengan konsumsi kalori yang sedikit pada bayi sebelum susu ibu keluar

Faktor-faktor pada susu ibu yang berubah, bilirubin menjadi bentuk lemak yang mana direabsorbsi usus

Incompatibilitas antigen yang menyebabkan hemolisis sebagian dari RBC.

Hati tidak mampu untuk mengkonjugasikan dan mengeksresikan kelebihan bilirubin dari hemolisis

Onset

Setelah 24 jam pertama (bayi prematur, bayi lahir lama)

2 - 3 hari

4 - 5 hari

Selama 24 jam pertama

Puncak

72 jam

2 - 3 hari

10 - 15 hari

Bervariasi

Durasi

Berkurang setelah 5-7 hari

 

Sampai seminggu

 

Terapi

Fototherapi jika bilirubin meningkat dengan cepat

Berikan ASI sesering mungkin, berikan suplemen kalori, fototherapi untuk kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl

Hentikan ASI selama 24 jam untuk mendeterminasi sebab, jika kadar bilirubin menurun pemberian ASI dapat diulangi.

Dapat dilakukan fototherapi tanpa menghentikan pemberian ASI

Posnatal: fototherapi, bila perlu transfusi tukar

Prenatal:

Transfusi (fetus)

Mencegah sensitisasi dari RH negatif ibu dengan RhoGAM

Pengkajian

  1. Riwayat keluarga dan kehamilan:
    1. Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever
    2. Prenatal care
    3. DM pada ibu
    4. Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan
    5. Penyalahgunaan obat pada orang tua
    6. Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif
    7. Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif
    8. Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
    9. Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
    10. Induksi oksitosin pada saat persalinan
    11. Penggunaan vakum ekstraksi
    12. Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan
  2. Status bayi saat kelahiran:
    1. Prematuritas atau kecil masa kehamilan
    2. APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
    3. Trauma dengan hematoma atau injuri
    4. Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
    5. Hepatosplenomegali
  3. Kardiovaskuler
    1. Edema general atau penurunan volume darah, mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis
  4. Gastrointestinal
    1. Oral feeding yang buruk
    2. Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
    3. Hepatosplenomegali
  5. Integumen
    1. Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI
    2. Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi karena hemolisis RBC
  6. Neurologik
    1. Hipotoni
    2. Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal
    3. Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis
    4. Kejang
  7. Pulmonari
    1. Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern ikterus
    2. Aspiksia, efusi pulmonal
  8. Data Penunjang
    1. Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu negatif (test dilakukan saat prenatal
    2. Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
    3. Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
    4. Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
    5. Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan.
    6. Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi infeksi atau gangguan hemolisis Rh
    7. Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
    8. Hb dan HCT
    9. Total protein, menentukan penurunan binding site
    10. Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi
    11. Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level

Diagnosa Keperawatan

  1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati
    1. Tujuan 1: Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin
      1. Tindakan:
        1. Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
        2. Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau penurunan kadar bilirubin
        3. Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam)
        4. Kaji status bayi khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis)
        5. Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces
      2. Hasil yang diharapkan:
        1. Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah lahir
        2. Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber cahaya
    2. Tujuan 2: tidak terjadi komplikasi dari fototherapi
      1. Tindakan:
        1. Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari iritasi kornea
        2. Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
        3. Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh
        4. Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia
        5. Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal untuk menghindari iritasi
        6. Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar
        7. Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi
      2. Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit
    3. Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan)
      1. Tindakan:
        1. Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi
        2. Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfusi
        3. Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah infeksi
        4. Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah
        5. Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia
        6. Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
        7. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi
        8. Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi
        9. Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung.
      2. Hasil yang diharapkan :
        1. Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfusi
        2. Vital sign berada pada batas normal
        3. Tidak terjadi infeksi atau perdarahan pada daerah terpasangnya infus
  2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan
    1. Tujuan 1 : Keluarga dapat memberikan suport emosional
      1. Tindakan:
        1. Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
        2. Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over proteksi pada bayi
        3. Yakinkan keluarga bahwa kulit akan kembali normal
        4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice
        5. Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya
      2. Hasil yang diharapkan:
        1. Keluarga menunjukkan pengertian terhadap terapi dan prognosa
    2. Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah
      1. Tindakan:
        1. Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan
          1. Instruksikan keluarga untuk:
          2. Melindungi mata
          3. Merubah posisi
          4. Memberikan asupan cairan yang adekuat
          5. Menghindari penggunaan minyak pada kulit
          6. Mengukur suhu aksila
          7. Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan
          8. Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
        2. Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan
      2. Hasil yang diharapkan:
        1. Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988
  2. Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991
  3. Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994
  4. Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990

Posting berlanjut dan tak terpisahkan dengan posting selanjutnya tentang Askep / Asuhan Keperawatan Hipothermia dan Hiperthermia dan Askep / Asuhan Keperawatan Bayi Lahir Prematur

Semoga ada manfaatnya...

Adaptasi Fisiologis Post Partum/Nifas

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Adaptasi Fisiologis Post Partum / Nifas - ASKEP MATERNITAS. Posting ini kelanjutan dan tak terpisahkan dari posting sebelumnya Askep Hiperbilirubinemia Anak, Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia Anak dan Rencana Pemulangan Post Partum (DISCHARGE PLANNING)

ADAPTASI FISIOLOGIS PADA MASA POST PARTUM/NIFAS

Sebelum membahas tentang perubahan-perubahan pada masa nifas baik fisiologis maupun psikologis, maka kelompok akan menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian nifas.

Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu, pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan / persalinan. (Ahmad Ramli. 1989).

Dari dua pengertian di atas kelompok menyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan / persalinan selama 6 minggu.

Dalam proses adaptasi pada masa post partum terdapat 3 (tiga) periode yang meliputi"immediate puerperium" yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, "early puerperium" yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan "late puerperium" yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu post partum.

Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan. Adapun perubahan fisik yang terjadi adalah :

  1. Sistem kardiovaskuler
    Sebagai kompensasi jantung dapat terjadi brandikardi 50 - 70 x/menit, keadaan ini dianggap normal pada 24 - 48 jam pertama. Perubahan suhu yang meningkat sampai dengan 38 ° Celsius sebagai akibat pemakaian tenaga dan banyak berkeringat saat melahirkan. Peningkatan suhu tubuh lebih dari 38 ° Celsius menunjukan adanya tanda-tanda infeksi pada post partum seperti mastitis, endometritits. Penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg pada saat klien merubah posisi dari berbaring ke duduk lebih disebabkan oleh refleks ortostatik hipertensi.
  2. Diaporesis Post partum
    Klien dapat mengeluarkan keringat yang banyak disertai perasaan menggigil. Perasaan ini terjadi karena vasomotor yang tidak stabil.
  3. Perubahan sistem urinarius
    Selama masa persalinan trauma pada kandung kemih dapat mengakibatkan edema dan mengurangi sensitifitas kandung kemih. Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat peregangan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.
    Bila klien lebih dari dua hari tidak dapat buang air kecil, maka keadaan ini merupakan hal yang tidak normal. Protein urin pada hari kedua adalah normal, karena kebutuhan protein yang dikatalisis involusi uteri meningkat. Bila ini berlangsung sampai dengan hari ke tujuh, menandakan adanya gejala preeklamsi.
  4. Perubahan sistem gastro intestinal
    Keadaan gastro intestinal kembali berfungsi ke keadaan semula setelah satu minggu post partum. Konstipasi terjadi akibat penurunan motilitas usus, kehilangan cairan tubuh dan rasa tidak nyaman di daerah perineum, penggunaan enema pada kala I dan penurunan tonus otot abdominal.
  5. Keadaan muskuloskeletal
    Pada masa kehamilan otot abdomen meregang sedemikian rupa dikarenakan pembesaran uterus yang mengakibatkan otot abdomen melemas dan kendor sehingga teraba bagian otot-otot yang terpisah disebut diastasis recti abdominis.
  6. Perubahan sisten endokrin
    Perubahan sistem endokrin disini terjadi penurunan segera kadar hormon estrogen dan progesteron. Hormon prolaktin pada masa laktasi akan meningkat sebagai respon stimulasi penghisapan puting susu ibu oleh bayi. Pada wanita yang tidak menyusui hormon estrogen dapat meningkat dan merangsang pematangan folikel. Untuk itu menstruasi dapat terjadi 12 minggu post partum, pada klien menyusui dapat lebih lama (36 minggu).
  7. Perubahan pada payudara
    Payudara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi dan limfatik disekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang dan sakit. Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus oleh kontraksi sel-sel mioepitel tergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi.
  8. Perubahan uterus
    Involusi uterus terjadi segera setelah melahirkan. Tinggi fundus uteri pada saat plasenta lahir 1 - 2 jam setinggi 1 jari di atas pusat, 12 jam setelah melahirkan tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan sympisis, pada hari ke sembilan uterus tidak teraba lagi. Bersama involusi uterus ini teraba terdapat pengeluaran lochea. Lochea pada hari ke 1 - 3 berwarna merah muda (rubra), pada hari ke 4 - 9 warna coklat / pink (serosa), pada hari ke- 9 warna kuning sampai putih (alba).
  9. Perubahan dinding vagina
    Segera setelah melahirkan dinding vagina tampak edema, memar serta rugae atau lipatan-lipatan halus tidak ada lagi.
    Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan pada saat melahirkan dan bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak nyaman.

I. Adaptasi Psikologi Ibu

Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi. Masa transisi pada post partum yang harus diperhatikan perawat adalah :

  1. Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
  2. "Bonding Attachment" atau ikatan kasih
    1. Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan."Bonding" adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak. Sedangkan"attachment" adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.

Perubahan psikologis pada klien post partum akan dikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secara menyeluruh.

Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah melahirkan adalah :

  1. "Taking In"
    Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Dia sangat membutuhkan orang lain untuk membantu, kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulai menerima pengalamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata. Periode ini berlangsung 1 - 2 hari.
    Menurut Gottible, ibu akan mengalami"proses mengetahui/menemukan" yang terdiri dari :
    1. Identifikasi
      Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari fisik bagyi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan yang diharapkan atau diimpikan.
    2. Relating (menghubungkan)
      Ibu menggambarkan anaknya mirip dengan anggota keluarga yang lain, baik dari tingkah lakunya dan karakteristiknya.
    3. Menginterpretasikan
      Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan.
      Pada fase ini dikenal dengan istilah "fingertip touch"
  2. "Taking Hold"
    Periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan keadaan mandiri. Perlahan-lahan tingkat energi klien meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, mampu untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eliminasi dan memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu seharusnya tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan tetapi harus melakukan hal tersebut, misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum melahirkan. Disini juga klien sangat antusias merawat bayinya.

    Pada fase ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan utnuk dirinya dan bayinya.

    Pada saat ini perawat mutlak memberikan semua tindakan keperawatan seperti halnya menghadapi kesiapan ibu menerima bayi, petunjuk-petunjuk yang harus diikuti tentang bagaimana cara mengungkapkan dan bagaimana mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri.
    Apabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang diperbuat oleh perawat, maka perawat harus turun langsung membantu ibu dalam melaksanakan kegiatan / tugas yang nyata (setelah pemberian demonstrasi yang penting) dan memeberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat.
    Bila ibu sudah merasakan lebih nyaman, maka ibu sudah masuk dalam tahap ke- 2" maternal touch", yaitu"total hand contact" dan akhirnya pada tahap ke- 3 yang disebut" enfolding". Dan periode ini berlangsung selama 10 hari.
  3. "Letting Go"
    Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai disibukan oleh tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah.
    Pada fase ini ibu mengalami 2 perpisahan, yaitu
    1. Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya
    2. Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak, menjadi ibu yang merawat anak.
  4. "Post partum Blues"
    Pada fase ini, terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas.
    Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan tugasnya, maka keadaan ini dapat menjadi serius yaitu keadaan post partum depresi.

II. Adaptasi Psikologis Ayah

Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung keterlibatanya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin selalu dekat dengan isteri dan anaknya, tetepi kadang-kadang terbentur dengan peraturan rumah sakit.

III. Adaptasi Psikologis Keluarga

Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya anak yang lebih besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek / nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggoata yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.

Daftar Pustaka

  1. Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby Company
  2. Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing, New York: Springen
  3. Nelson J.P. and May, K.A.(1986), Comprehensive Maternity Nursing. Philadelphia : J.B. Lippincot Company.
  4. Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.

Semoga ada manfaatnya...

Saturday, April 3, 2010

Rencana Pemulangan Post Partum (DISCHARGE PLANNING)

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Rencana Pemulangan Post Partum (DISCHARGE PLANNING) - ASKEP MATERNITAS. Posting ini kelanjutan dan tak terpisahkan dari posting sebelumnya ( Baca: Askep Hiperbilirubinemia Anak dan Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia Anak )

I. Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir ini sistem perawatan dan pengobatan telah berubah. Perawatan klien di rumah sakit saat ini diusahakan untuk mengurangi biaya perawatan dan memberi kesempatan pada pasien lain yang lebih membutuhkan. konsekuensinya, tim kesehatan harus membantu klien benar-benar memahami status kesehatannya dan harus mampu menyiapkan klien merawat dirinya sendiri di rumah atau di masyarakat.

Pendekatan perawatan klien selama post partum juga berubah. Klien tidak dianggap lagi orang sakit, tetapi dianggap suatu proses yang alami dan mereka dianggap sehat. Oleh karena itu klien harus secepatnya mobilisasi dan mandiri dalam merawat dirinya sendiri.

Waktu perawatan juga berubah, menjadi lebih singkat, bisa hanya 24 jam sampai 72 jam saja. Dalam waktu yang sesingkat mungkin, klien dan keluarganya harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan sehingga klien mampu merawat dirinya sendiri.

Perawatan yang diberikan merupakan usaha kolaborasi yang melibatkan ibu dan keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya, untuk mencapai kesehatan yang optimal. Untuk semua alasan di atas maka rencana pemulangan pasien post partum sangat penting karena :

  1. Memudahkan pemantauan kesehatan setelah pasien pulang ke rumah.
  2. Membuat pasien lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya.
  3. Berkurangnya biaya pengobatan dan perawatan, tempat tidur dapat diisi pasien lain
  4. Penggunaan rencana pemulangan tertulis sangat efektif untuk pedoman pengajaran dan evaluasi serta menjadi sumber pengetahuan ibu dan keluarga.

Bagi klien post partum, pemulihan kesehatan setelah melahirkan relatif singkat dan dianggap suatu proses sehat. Persepsi ini sering kali membuat tim kesehatan berpendapat bahwa ibu dan keluarga tidak mempunyai kebutuhan dan pelatihan yang khusus, ditambah lagi ada anggapan bahwa keluarga sedang berbahagia dan siap menerima bayinya.

Anggapan ini tentunya tidak benar karena setiap keluarga post pertum mempunyai kebutuhan dan masalah tertentu, ibu-ibu primipara bingung dalam merawat dan beradaptasi dengan bayi dan peran barunya, sedangkan ibu-ibu multipara mungkin bingung dengan masalah keuangan, anak-anak yang lain serta berhubungan dengan datangnya anggota baru.

Jadi pendekatan dan perhatian dan sikap tim kesehatan, harus sama dengan kedua kelompok ini. Pada masa perawatan post partum di rumah sakit inilah mereka menerima pengajaran dan bimbigan untuk mengantisipasi perubahan fisik dan suasana dalam keluarga di rumah nanti.

Karena kebanyakan ibu dirawat dalam waktu singkat, maka penting bagi perawat mempersiapkan klien secara sistematis. Seringkali digunakan paduan format-format. Sebelum ibu pulang sebaiknya rencana pemulangan sudah dipersiapkan dan perawat masih tetap menyediakan waktu untuk penguatan dan evaluasi pengetahuan, ketrampilan, dan kondisi mental seluruh keluarga.

Mengingat luasnya dan kompleksnya perawatan terhadap klien post partum, maka kelompok mambatasi permasalahannya tentang pendidikan kesehatan pada klien post partum.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada perawat dan tenaga kesehatan lainnya mengenai rencana pemulangan klien post partum, hal ini akan diuraikan dalam makalah.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Rencana Pemulangan

Rencana Pemulangan (RP) merupakan bagian pelayanan perawatan, yang bertujuan untuk memandirikan klien dan mempersiapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional bayi bila pulang.

Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang adalah hari pertama masuk rumah sakit. Klien belum dapat dipulangkan sampai dia mampu melakukan apa yang diharapkan darinya ketika di rumah. Oleh karena itu Rencana Pemulangan harus didasarkan pada :

  1. Kemampuan klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan seberapa jauh tingkat ketergantungan pada orang lain
  2. Ketrampilan, pengetahuan dan adanya anggota keluarga atau teman
  3. Bimbingan perawat yang diperlukan untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan pengobatan.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan proses berencana untuk memulangkan klien adalah :

  1. Menentukan klien yang memerlukan rencana pulang.
  2. Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang.
  3. Staf yang terlibat dalam rencana pulang.
  4. Cara yang digunakan dan evaluasi efektifitas dari rencana pulang.

Beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam membuat Rencana Pemulangan (RP) adalah :

  1. Berfokus pada klien. Nilai, keinginan dan kebutuhan klien merupakan hal penting dalam perencanaan. Klien dan keluarga harus berpartisipasi aktif dalam hal ini.
  2. Kebutuhan dasar klien pada waktu pulang harus diidentifikasi pada waktu masuk dan terus dipantau pada masa perawatan
  3. Kriteria evaluasi menjadi panduan dalam menilai keberhasilan implementasi dan evaluasi secara periodik.
  4. Rencana pemulangan suatu proses yang melibatkan tim kesehatan dari berbagai disiplin ilmu.
  5. Klien harus membuat keputusan yang tertulis mengenai rencana pemulangan.

Rencana penyuluhan didasarkan pada :

  1. Kebutuhan belajar orang tua.
  2. Prinsip belajar mengajar.
  3. Mengkaji tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar.
    1. Metode belajar
    2. Kondisi fisik dan psikologis orang tua
  4. Latar belakang sosial budaya untuk proses belajar mengajar
    1. Tekankan bahwa merawat bayi bukan hanya kewajiban wanita
  5. Lamanya bayi dan ibu tinggal di rumah sakit
    1. “Early discharge” 6 - 8 jam I, dimana informasi penting harus diberikan serta follow up.

Cara-cara penyampaian Rencana Pemulangan adalah :

  1. Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
  2. Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu perawatan.
  3. Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis
  4. Motivasi klien untuk mengikuti langkah-langkah tersebut dalam melakukan perawatan dan pengobatan.
  5. Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yang harus dilaporkan pada tim kesehatan.
  6. Berikan nama dan nomor telepon yang dapat klien hubungi.

Dasar-dasar rencana penyuluhan :

  1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ° celsius)
    1. Membersihkan mata dari dalam ke luar
    2. Membersihkan kepala bayi (bayi masih berpakaian lalu keringkan)
    3. Buka pakaian bayi, beri sabun dan celupkan ke dalam air.
  2. Perawatan tali pusat / umbilikus
    1. Bersihkan dengan alkohol lalu kompres betadin
    2. Tali pusat akan tanggal pada hari 7 – 10
  3. Mengganti popok dan pakaian bayi
  4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
  5. Cara-cara mengukur suhu
  6. Memberi minum
  7. Pola eliminasi
  8. Perawatan sirkumsisi
  9. Imunisasi
  10. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
    1. Letargi ( bayi sulit dibangunkan )
    2. Demam ( suhu > 37 ° celsius)
    3. Muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
    4. Diare ( lebih dari 3 x)
    5. Tidak ada nafsu makan.

Rencana pemulangan ditujukan pada :

IBU

Dalam rencana pemulangan yang perlu dianjurkan antara lain :

  1. Pernapasan dada
  2. Bentuk tubuh, lumbal,dan fungsi otot-otot panggul
  3. Latihan panggul, evaluasi, gambaran dan ukuran yang menyenangkan
  4. Latihan penguatan otot perut
  5. Posisi nyaman untuk istirahat
  6. Permudahan gerakan badan dari berdiri ke jalan
  7. Tehnik relaksasi
  8. Pencegahan; jangan mengangkat berat, melakukan sit up secara berlebihan.

Daftar kegiatan sangat membantu kondisi post partum kembali dalam keadaan sehat. Saat ibu kembali ke rumah, secara bertahap akan kembali melakukan aktivitas normal. Pekerjaan rumah akan membantu mencegah kekakuan otot-otot secara umum tetapi tidak akan melemahkan kekuatan otot (Blankfield, 1967).

Ketika membantu klien untuk memilih program latihan perawat seharusnya memperingatkan akan perubahan muskuloskeletal yang akan kembali normal pada 6 - 8 minggu (Danforth,1967).

Selama periode ini, ligamen-ligamen akan lunak dan saling terpisah oleh karena itu latihan-latihan memerlukan keregangan dan kekuatan otot-otot yang berlebihan seperti halnya aerobik, lari, dan lai-lain harus dihindari selama periode ini untuk mencegah ketegangan.

Aktifitas yang aman seperti berjalan, berenang dan bersepeda sangat dianjurkan. Seorang wanita dapat memulai latihan atau Yoga 2 minggu setelah melahirkan pervaginam atau 4 - 6 minggu setelah mengalami operasi caesar.

Secara ideal ini harus memiliki seorang instruktur yang berpengalaman yang bertanggung jawab selama melatih ibu post partum. Ibu biasanya mendapatlan kesulitan dalam mengatur waktu untuk latihan atau melakukan tehnik relaksasi di rumah.

Perawat harus membantu mendorong ibu untuk istirahat ketika bayi sedang tidur dan mencoba untuk tidak melakukan pekerjaan selama waktu itu.

Wanita biasanya kurang sabar dalam hal merawat tubuhnya . Perawat harus mengingatkan bahwa selama masa menyusui membutuhkan ekstra lemak dari tubuhnya, oleh karena itu nutrizi dan gizi yang baik sangat dibutuhkan. Perawat harus meyakinkan ibu bahwa waktu yang dibutuhkan seorang wanita untuk kembali pada tubuh yang normal setelah persalinan sangan bervariasi dan prosesnya dapat berlangsung 6 - 12 bulan.

Selama masa nifas ibu perlu memperhatikan :

  1. Pemenuhan rasa nyaman
    1. Hari I
      1. Perineum kompres dingin. Posisi terlentang, Sim, telungkup; semua dengan bantal yang menyokong kepala, kedua lutut dan pelvis hanya untuk prone (telungkup)
    2. Hari II
      1. Gunakan BH yang menyangga, lakukan rendam hangat (daerah perineum), lanjutkan latihan Kegel, posisi berbaring atau telungkup (2x sehari selama 30 - 60 menit), ambulansi.
  2. Pernapasan
    1. Latihan Hari I Permulaan
      1. Pernafasan ke arah dada dan toraks
    2. Hari II tambahan
      1. Pengembalian posisi pelvis :
        1. Pengerutan dasar pelvis 1-3-5 detik 5 kali / jam
        2. Pengerutan abdomen 5 - 10 detik 5 kali / 2 x sehari
        3. Pergerutan abdomen dan dasar pelvis 3-5-10 detik 5 x / 2x sehari
        4. Pengerutan abdominal,dasar panggul dan bokong 3 - 5- 10 detik 5 x /2x sehari
      2. Ekstremitas bagian bawah
        1. Menutup dan membuka lutut 10 x / jam
        2. Memutar lutut 10 x / jam
        3. Mengaktifkan quatriseps 5 - 10 detik, 10 x / jam
      3. Abdominal / pelvis
        1. Mengkaji dasar pelvis 1x tiap hari
        2. Mengangkat pinggul 5 detik , 5 x / 2x sehari
        3. Gerakan bersepeda dengan terus-menerus terlentang 5x / 2x sehari
        4. Mengangkat bokong 5 detik, 5 x /2 x sehari
        5. Mengangkat kepala 5 detik, 5 x / 2x sehari

Instruksi masa nifas adalah :

  1. Bekerja
    Ibu seharusnya menghindari kerja berat (misalnya mengangkat / membawa beban) pada 3 minggu pertama. Pada ibu-ibu yang mempunyai pengertian berbeda tengan kerja berat dapat mendiskusikan dengan ibu-ibu yang lain. Perawat dapat membantu mengidentifikasikan pengertian dari kerja berat.
    Biasanya dianjurkan tidak bekerja selama 3 minggu ( lebih baik 6 minggu), bukan saja untuk kesehatan tetapi juga untuk mendapatkan kesempatan lebih dekat dengan bayinya.
  2. Istirahat
    Ibu sebaiknya mengusahakan bisa tidur siang dan tidur malam yang cukup. Ibu biasanya tidur siang selagi bayi tidur dan minta suami/keluarga menggantikan tugas-tugas yang ada. Mintalah keluarga / suami untuk membantu tugas-tugas rumah tangga.
  3. Kegiatan / aktifitas / latihan
    Pada minggu pertama ibu seharusnya memulai latihan berjalan setahap demi setahap.
    Pada minggu ke dua, jika lokea normal dapat memulai latihan aktifitas lain yang akan direncanakan seperti mencuci popok setiap hari walaupun dengan memakai mesin cuci, naik turun tangga untuk melihat bayinya atau berada setiap saat disamping bayinya. Ibu seharusnya melanjutkan senam nifas di rumah seperti halnya sit up dan mengangkat kaki.
  4. Kebersihan
    Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan antiseptik (PK / Dethol) dan selalu diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.
  5. Coitus
    Coitus lebih segera setelah lokea menjadi alba dan bila ada episiotomi sudah membaik / sembuh ( minggu 3 setelah persalinan)
    Sel-sel vagina mungkin tidak setebal sebelumnya karena keseimbangan hormon prepregnansi belum kembali secara lengkap. Gunakan kontrasepsi busa atau jeli akan membantu kenyamanan dan pengaturan posisi yang bisa mengurangi penekanan atau dispariunia.
  6. Kontrasepsi
    Jika ibu menginginkan memakai IUD, dapat dipasang segera setelah persalinan atau chekup post partum yang pertama. Jenis kontrasepsi yang memakai diafragma harus pada minggu ke 6 , kontrasepsi oral dimulai antara 2 -3 minggu post partum sampai kembali pada chekup berikutnya. Ibu dan pasangannya dapat menggunakan kombinasi antara jelly yang mengandung spermatid dengan kondom lebih dapat mencegah pembuahan. Konsultasi dalam memilih alat kontrasepsi harus kepada tenaga kesehatan yang berkopeten untuk mencegah kesalahan informasi.
BAYI

Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi (seperti rangsangan, latihan, dan kotak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perencanaan pulang.

Yang perlu diperhatikan adalah :

  1. Temperatur / suhu
    1. Sebab-sebab penurunan suhu tubuh
    2. Catat gejala-gejala yang timbul seperti kelemahan, bersin, batuk dll.
    3. Cara-cara mengurangi / menurunkan suhu tubuh seperti kompres dingin, mencegah bayi terkena sinar matahari terlalu lama, dan lain-lain
    4. Gunakan lampu penghangat / selimut tambahan
    5. Ukur suhu tubuh
  2. Pernapasan
    1. Perubahan frekwensi dan irama napas
    2. Refleks-refleks seperti; bersin, batuk.
    3. Pencegahan terhadap asap rokok, infeksi orang terkena infeksi saluran napas
    4. Gejala-gejala pnemonia aspirasi
  3. Eliminasi
    1. Perubahan warna dan kosistensi feses
    2. Perubahan warna urin
  4. Keamanan
    1. Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
    2. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
    3. Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya.
    4. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

Posting ini berlanjut dan tak terpisahkan dengan posting Adaptasi Fisiologis pada Masa Post Partum / Nifas

Semoga ada manfaatnya...

Thursday, April 1, 2010

Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia Anak

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia Anak - ASKEP ANAK. Postingan ini lanjutan dan tidak dapat dipisahkan dari posting sebelumnya tentang Hiperbilirubinemia

Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia

Untuk memberikan keperawatan yang paripurna, digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.

Billirubin Hati

I. Pengkajian Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia

  1. Riwayat orang tua :
    Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
  2. Pemeriksaan Fisik :
    Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
  3. Pengkajian Psikososial :
    Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
  4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
    Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia

II. Diagnosa Keperawatan, Tujuan dan Intervensi Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia

Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.

  1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
    1. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
    2. Intervensi :
      1. Catat jumlah dan kualitas feses
      2. Pantau turgor kulit
      3. Pantau intake output
      4. Beri air diantara menyusui atau memberi botol.
  2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi
    1. Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
    2. Intervensi :
      1. Beri suhu lingkungan yang netral
      2. Pertahankan suhu antara 35,5° - 37° C
      3. Cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
  3. Diagnosa Keperawatan: Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
    1. Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
    2. Intervensi :
      1. Kaji warna kulit tiap 8 jam
      2. Pantau bilirubin direk dan indirek
      3. Rubah posisi setiap 2 jam
      4. Masase daerah yang menonjol
      5. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
  4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
    1. Tujuan :Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
    2. Intervensi :
      1. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
      2. Buka tutup mata saat disusui
      3. Untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
      4. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.
  5. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
    1. Tujuan: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan
    2. Intervensi:
      1. Kaji pengetahuan keluarga klien
      2. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya.
      3. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.
  6. Diagnosa Keperawatan: Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi
    1. Tujuan: Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi
    2. Intervensi:
      1. Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya
      2. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam
      3. Buka penutup mata setiap akan disusukan
      4. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
  7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar
    1. Tujuan: Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
    2. Intervensi:
      1. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
      2. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan
      3. Pertahankan suhu tubuh bayi
      4. Catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar
      5. Pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi
      6. Siapkan suction bila diperlukan
      7. Amati adanya gangguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang
      8. Monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program.

III. Aplikasi Discharge Planing.

Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.

Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994):

  1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
  2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.
  3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.
  4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
  5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
    1. Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
    2. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak.
    3. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit.
    4. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
    5. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan
    6. Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan .
    7. Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak.
    8. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :

  1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ° celsius)
  2. Perawatan tali pusat / umbilikus
  3. Mengganti popok dan pakaian bayi
  4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
  5. Temperatur / suhu
  6. Pernapasan
  7. Cara menyusui
  8. Eliminasi
  9. Perawatan sirkumsisi
  10. Imunisasi
  11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
    1. Letargi ( bayi sulit dibangunkan )
    2. Demam ( suhu > 37 ° celsius)
    3. Muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
    4. Diare ( lebih dari 3 x)
    5. Tidak ada nafsu makan.
  12. Keamanan
    1. Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
    2. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
    3. Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya.
    4. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

Daftar Pustaka

  1. Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby Company
  2. Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing, New York: Springen
  3. Nelson J.P. and May, K.A.(1986), Comprehensive Maternity Nursing. Philadelphia : J.B. Lippincot Company.
  4. Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.

Posting ini berlanjut ke Rencana Pemulangan Post Partum (DISCHARGE PLANNING) dan Adaptasi Fisiologis pada Masa Post Partum / Nifas

Semoga ada manfaatnya...