Semua impian kita dapat menjadi nyata,

jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.

Jika Anda menginginkan sesuatu yang belum pernah anda miliki,

anda harus bersedia melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan.

Kehidupan itu ibarat naik sepeda,

anda tidak akan jatuh kecuali anda berencana untuk berhenti mengayuhnya.

Pikiran kita ibarat parasut,

hanya berfungsi ketika terbuka.

Sukses adalah sebuah perjalanan,

bukan tujuan akhir.

Saturday, March 6, 2010

Askep Asuhan Keperawatan LBP Low Back Pain

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Low Back Pain - ASKEP SARAF

A. Definisi Low Back Pain

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun potensial. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu/seseorang yang mengalaminya, yang ada kapanpun orang tersebut mengatakannya(2).

Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.

Low Back Pain (LBP)

Low Back Pain (LBP) atau Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1 (2,4).

B. Etiologi Low Back Pain (LBP)

Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, osteoartritis tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai).

Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas (2,4).

C. Patofisiologi Low Back Pain

Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu.

Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain(1,3).

Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks.

Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi.

Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin.

Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat(1,3).

Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal.

Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri(1,3).

Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis.

Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat.

Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung(2,4).

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa.

Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut (2,4).

D. Manifestasi Klinis

Pasien biasanya Mengeluh nyeri punngung akut maupun nyeri punggung kronis dan kelemahan. Selama wawancara awal kaji lokasi nyeri, sifatnya dan penjalarannya sepanjang serabut saraf (sciatica), juga dievaluasi cara jalan pasien, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang tungkai, kekuatan motoris dan persepsi sensoris bersama dengan derajat ketidaknyamanan yang dialaminya.

Peninggian tungkai dalam keadaan lurus yang mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf. Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan) disertai hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal dan mungkin ada deformitas tulang belakang.

Bila pasien diperiksa dalam keadaan telungkup, otot paraspinal akan relaksasi dan deformitas yang diakibatkan oleh spasme akan menghilang. Kadang-kadang dasar organic nyeri punggung tak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme otot dan nyeri.

Nyeri punggung bawah bisa merupakan anifestasi depresi atau konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan dan kehidupan. Bila kita memeriksa pasien dengan nyeri punngung bawah, perawat perlu meninjau kembali hubungan keluarga, variable lingkungan dan situasi kerja (2,4).

E. Evaluasi Diagnostik

Prosedur diagnostik perlu dilakukan pada pasien yang mendertita nyeri punggung bawah. Sinar X- vertebra mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi, osteoartritis atau scoliosis.

Computed Tomografi (CT) berguna untuk mengetahui penyakit yang mendasari, seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis. USG dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis. MRI memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang belakang (2).

F. Penatalaksanaan Low Back Pain (LBP)

Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2 sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal.

Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.

Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi , gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres panas.

Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium akut.

Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri.

Obat antiinflamasi, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia (2,4).

G. Pengkajian Low Back Pain

Pasien nyeri pungung dibimbing untuk menjelaskan ketidaknyamanannya (missal lokasi, berat, durasi, sifat, penjalaran dan kelemahan tungkai yang berhubungan). Penjelasan mengenai bagaimana nyeri timbul dengan tindakan tertentu atau dengan aktifitas dimana otot yang lemah digunakan secara berlebihan dan bagaimana pasien mengatasinya.

Informasi mengenai pekerjaan dan aktifitas rekreasi dapat membantu mengidentifikasi area untuk pendidikan kesehatan. Selama wawancara ini, perawat dapat melakukan observasi terhadap postur pasien, kelainan posisi dan cara jalan.

Pada pemeriksaan fisik, dikaji lengkungan tulang belakang, Krista iliakan dan kesimetrisan bahu. Otot paraspinal dipalpasi dan dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien dikaji adanya obesitas karena dapay menimbulkan nyeri punggung bawah (2).

H. Diagnosa Keperawatan Low Back Pain

  1. Nyeri berhubungan dengan masalah muskuloskeletal
  2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelenturan
  3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan teknik mekanika tubuh melindungi punggung
  4. Perubahan kinerja peran berhubungan dengan gangguan mobilitas dan nyeri kronik
  5. Gangguan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan obesitas

I. Intervensi dan Implementasi Keperawatan Low Back Pain

  1. Meredakan nyeri
    Untuk mengurangi nyeri perawat dapat menganjurkan tirah baring dan pengubahan posisi yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal. Pasien diajari untuk mengontrol dan menyesuaikan nyeri yang dilakukan melalui pernafasan diafragma dan relaksasi dapat membantu mengurangi tegangan otot yang berperan pada nyeri punggung bawah. Mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dengan aktifitas lain missal membaca buku, menonton TV maupun dengan imajinasi (membayangkan hal-hal yang menyenangkan dengan memusatkan perhatian pada hal tersebut).
    Masase jaringan lunak dengan lembut sangat berguna untuk mengurangi spasme otot, memperbaiki peredaran darah dan mengurangi pembendungan serta mengurangi nyeri. Bila diberikan obat perawat harus mengkaji respon pasien pada setiap obat.
  2. Memperbaiki mobilitas fisik
    Mobilitas fisik dipantau melalui pengkajian kontinu. Perawat mengkaji bagaimana pasien bergerak dan berdiri. Begitu nyeri punggung berkurang, aktifitas perawatan diri boleh dilakukan dengan regangan yang minimal pada struktur yang cedera. Perubahan posisi harus dilakukan perlahan dan dibatu bila perlu. Gerakan memutar dan melenggok perlu dihindari. Pasien didorong untuk berganti-ganti aktifiats berbaring, duduk dan berjalan-jalan dalam waktu lama. Perawat perlu mendorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan, latihan yang salah justru tidak efektif.
  3. Meningkatkan mekanika tubuh yang tepat
    Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar.
  4. Pendidikan kesehatan
    Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar.
  5. Memperbaiki kinerja peran
    Tanggung jawab yang berhubungan dengan peran mungkin telah berubah sejak terjadinya nyeri punggung bawah. Begitu nyeri sembuh, pasien dapat kembali ke tanggung jawab perannya lagi. Namun bila aktifitas ini berpengaruh terhadap terjadinya nyeri pungung bawah lagi, mungkin sulit untuk kembali ke tanggung jawab semula tersebut tanpa menanggung resiko terjadinya nyeri pungggung bawah kronik dengan kecacatan dan depresi yang diakibatkan.
  6. Mengubah nutrisi dan penurunan berat badan
    Penurunan Berat Badan melalui penyesuaian cara makan dapat mencegah kekambuhan nyeri punggung, dengan melalui rencana nutrisi yang rasional yang meliputi perubahan kebaisaaan makan untuk mempertahankan Berat Badan yang diinginkan.

J. Evaluasi

  1. Mengalami peredaan nyeri
    1. Istirahat dengan nyaman
    2. Mengubah posisi dengan nyaman
    3. Menghindari ketergantungan obat
  2. Menunjukkan kembalinya mobilitas fisik
    1. Kembali ke aktifitas secara bertahap
    2. Menghindari posisi yang menyebabkan yang menyebabkan ketidaknyamanan otot
    3. Merencanakan istirahat baring sepanjang hari
  3. Menunjukkan mekanika tubuh yang memelihara punggung
    1. Perbaikan postur
    2. Mengganti posisi sendiri untuk meminimalkan stress punggung
    3. Memperlihatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik
    4. Berpartisipasi dalam program latihan
  4. Kembali ke tanggung jawab yang berhubungan dengan peran
    1. Menggunakan teknik menghadapi masalah untuk menyesuaikan diri dengan situasi stress
    2. Memperlihatkan berkurangnya ketergantungan kepada orang lain untuk perawatan diri
    3. Kembali ke pekerjaan bila nyeri punggung telah sembuh
    4. Kembali ke gaya hidup yang produktif penuh
  5. Mencapai Berat Badan yang diinginkan
    1. Mengidentifikasi perlunya penurunan Berat Badan
    2. Berpartisipasi dalam pengembangan rencana penurunan Berat Badan
    3. Setia dengan program penurunan Berat Badan

Daftar Pustaka :

  1. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1, EGC, Jakarta, 2002
  2. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
  3. Ruth F. Craven, EdD, RN, Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia, 2000
  4. Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1997

Semoga ada manfaatnya...

Friday, March 5, 2010

Askep Asuhan Keperawatan Chefalgia

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Chefalgia - ASKEP DALAM

A. PENGERTIAN CHEFALGIA

Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik ( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).

B. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI CHEFALGIA

Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:

  1. Migren (dengan atau tanpa aura)
  2. Sakit kepal tegang
  3. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal
  4. Berbagai sakit kepala yang dikatkan dengan lesi struktural.
  5. Sakit kepala dikatkan dengan trauma kepala.
  6. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan subarakhnoid).
  7. Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor otak)
  8. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
  9. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
  10. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
  11. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut)
  12. Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)

C. PATOFISIOLOGI CHEFALGIA

Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium.

Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.

Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:

  1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
  2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
  3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
  4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
  5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
  6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
  7. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
  8. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.

D. MANIFESTASI KLINIS CHEFALGIA

  1. Migren
    Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.
    Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
    Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
    1. Fase aura.
      Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
      Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
    2. Fase sakit kepala
      Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
    3. Fase pemulihan
      Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
  2. Cluster Headache
    Cluster Headache adalah beentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.
    Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.
  3. Tension Headache
    Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.

E. PENGKAJIAN CHEFALGIA

Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit kepala.

  1. Data Subyektif
    1. Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.
    2. Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.
    3. Langkah – langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.
    4. Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri, lama dan interval diantara sakit kepala.
    5. Awal serangan sakit kepala.
    6. Ada gejala prodomal atau tidak
    7. Ada gejala yang menyertai.
    8. Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).
    9. Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.
    10. Ada alergi atau tidak
  2. Data Obyektif
    1. Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.
    2. Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari – hari.
    3. Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf cranial.
    4. Suhu badan
    5. Drainase dari sinus.

Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah:

  1. Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala migrain atau gangguan organik.
  2. Sakit kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab psikologis atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
  3. Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi kesisi yang lain.
  4. Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut membengunkan pasien dari tidur.
  5. Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi lebih buruk.
  6. Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.
  7. Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada, sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis.
  8. Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya bertambah terus.
  9. Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat, tyramine demikian juga alkohol.
  10. Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam limngkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab sakit kepala.
  11. Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.
  12. Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.

F. DIAGNOSTIK

  1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
  2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
  3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN CHEFALGIA

  1. Nyeri berhubungan dengan stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
  2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
  3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.

H. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

  1. Nyeri berhubungan dengan stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
    1. Intervensi:
      1. Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan
      2. Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ), karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan.
      3. Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya otak/meningeal/infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma.
      4. Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah.
      5. Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang
      6. Evaluasi perilaku nyeri
      7. Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan.
      8. Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi diri.
      9. Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat, seperti asuransi, pasangan/keluarga
      10. Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orang terdekat
      11. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu timbul.
      12. Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.
      13. Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang
      14. Berikan kompres dingin pada kepala.
      15. Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.
      16. Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan
      17. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, biofeedback, hipnotik sendiri, dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang lain.
      18. Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif “Saya sembuh, saya sedang relaksasi, Saya suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternal-internal dan katakan “berhenti” atau “tunda” jika muncul pikiran yang negatif.
      19. Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang mengandung karbonat sesuai indikasi.
  2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
    1. Intervensi.
      1. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan.
      2. Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.
      3. Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi bagaimana sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.
      4. Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.
      5. Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan.
      6. Kolaborasi
      7. Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.
  3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
    1. Intervensi :
      1. Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila diketahui.
      2. Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan/lingkungan tertentu.
      3. Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai kembali kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi
      4. Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program kegiatan/latihan , makanan yang dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan sebagainya.
      5. Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.
      6. Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar dapat relaksasi dan bersenang-senang.
      7. Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar, mencintai dan tertawa/tersenyum.
      8. Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.
      9. Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.
      10. Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk
      11. Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak nyata dan/atau terapi yang bukan terapi medis

DAFTAR PUSTAKA

  1. Barbara C Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
  2. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
  3. Marlyn E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untukPerencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
  4. Priguna Sidharta, 1994, Neurogi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta.
  5. Susan Martin Tucker, 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa dan Evaluasi, Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta.
  6. Sylvia G. Price, 1997, Patofisologi, konsep klinik proses – proses penyakit. EGC, Jakarta

Semoga ada manfaatnya...

Thursday, March 4, 2010

Askep Asuhan Keperawatan CVA (Stroke)

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan CVA (Stroke) - ASKEP SARAF. Posting berkaitan erat dengan posting ( Baca : Leaflet Stroke dan Askep Chefalgia )

ASKEP CVA / STROKE

A. Pengertian CVA (Stroke)

CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes, 1995).

Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).

B. Etiologi CVA (Stroke)

Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yag paling penting adalah arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular.

Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer (Price, 1995).

Menurut etiologinya stroke dapat dibagi menjadi :

  1. Stroke trombotik
    Terjadi akibat oklusi aliran darah biasanya karena arterosklerosis berat.
  2. Stroke embolik
    Berkembang sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber embolus yang menyebabkan penyakit ini adalah termasuk jantung sebelah infark miokardium atau fibrasi atrium, arteri karotis, komunis atau aorta.
  3. Stroke hemoragik
    Terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dari hipoksia di daerah hilir, penyebab hemoragik antara lain ialah hipertensi, pecahnya aneurisma, malforasi arterio venas / MAV (Corwin, 2001).

Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke antara lain :

  1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
  2. Penyakit cardiovaskuler (embolisme serebral, mungkin berasal dari jantung).
  3. Kadar hematokrit normal tinggi (berhubungan dengan infark, serebral)
  4. Diabetes
  5. Kontrasepsi oral peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun.

C. Manifestasi Klinis CVA (Stroke)

Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002 : 213).

D. Pathofisiologi CVA (Stroke)

Menurut Hudak dan Gallo aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan).

Berdasarkan Price SA dan Wilson Lorraine M (perdarahan intraksional) biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

E. Pemeriksaan Penunjang CVA (Stroke)

  1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
  2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
  3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark
  4. Penilaian kekuatan otot
  5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.

F. Penatalaksanaan CVA (Stroke)

Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip.

Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :

  1. Penanganan suportif imun
    1. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
    2. Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
    3. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
  2. Meningkatkan darah cerebral
    1. Elevasi tekanan darah
    2. Intervensi bedah
    3. Ekspansi volume intra vaskuler
    4. Anti koagulan
    5. Pengontrolan tekanan intrakranial
    6. Obat anti edema serebri steroid
    7. Proteksi cerebral (barbitura)

Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang digunakan :

  1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
  2. Obat anti koagulasi : heparin
  3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
  4. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)

Tindakan keperawatan

  1. Bantu agar jalan nafas tetap terbuka (membersihkan mulut dari ludah dan lendir agar jalan nafas tetap lancar).
  2. Pantau balance cairan.
  3. Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
  4. Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.

G. Pathway CVA (Stroke)

  1. Download Pathway CVA (Stroke)

H. Fokus Intervensi CVA (Stroke)

  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
    1. Intervensi :
      1. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
      2. Pantau tanda-tanda vital.
      3. Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi.
      4. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
      5. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
      6. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.
      7. Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).
      8. Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi (Doenges, 2000).
  2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
    1. Intervensi :
      1. Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.
      2. Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi.
      3. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.
      4. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.
      5. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.
      6. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.
      7. Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
      8. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
      9. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
      10. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi (Tucker, 1998).
  3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)
    1. Intervensi :
      1. Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.
      2. Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.
      3. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.
      4. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.
      5. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.
      6. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang (Carpenito, 1999).
  4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
    1. Intervensi :
      1. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training).
      2. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
      3. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi.
      4. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.
      5. Kaji dan pantau status nutrisi.
      6. Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
      7. Pastikan eliminasi yang teratur.
      8. Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan (Tucker, 1998).
  5. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
    1. Intervensi:
      1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.
      2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi perubahan pada pasien.
      3. Anjurkan kepada pasien untuk mengeskpresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
      4. Catat apakah pasien menunjukkan daerah yang sakit atau pasien mengingkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut telah mati.
      5. Akui pernyataan perasaa pasien tentang pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian tubuhnya yang sakit.
      6. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau kemandirian pasien.
      7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
      8. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan kepada pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
      9. Beri dukungan terhadap usaha setiap peningkatan minat atau partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
      10. Berikan penguat terhadap penggunaan alat-alat adaptif.
      11. Kolaborasi : rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan konseling sesuai kebutuhan.
  6. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
    1. Intervensi :
      1. Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia.
      2. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu.
      3. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
      4. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
      5. Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan
      6. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan
      7. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
      8. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
      9. Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
      10. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Doenges, 2000).
  7. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
    1. Intervensi :
      1. Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang.
      2. Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada.
      3. Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi.
      4. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
      5. Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.
      6. Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Carpenito, 1999).
  8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.
    1. Intervensi :
      1. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien.
      2. Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri.
      3. Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan perubahan pola hidup yang penting.
      4. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
  2. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
  3. Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
  4. Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
  5. Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
  6. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Semoga ada manfaatnya...

Wednesday, March 3, 2010

Askep Asuhan Keperawatan Atresia Ani

kapukonline.com | Up-date Askep Asuhan Keperawatan Atresia Ani - ASKEP ANAK. Posting berkaitan erat dengan ( Baca : Askep / Asuhan Keperawatan Malformasi Anorektal )

Askep Asuhan Keperawatan Atresia Ani

PENGERTIAN ATRESIA ANI

Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998).

Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inverforata dalam 4 golongan, yaitu:

  1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
  2. Membran anus menetap
  3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
  4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fistula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.

GAMBARAN KLINIK ATRESIA ANI

Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:

  1. Tidak adanya apertura anal
  2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal
  3. Muntah dengan abdomen yang kembung
  4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk.

Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

PEMERIKSAAN PENUNJANG ATRESIA ANI

  1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
  2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
  3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

PENATALAKSANAAN ATRESIA ANI

  1. Medik:
    1. Eksisi membran anal
    2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
  2. Keperawatan :
    1. Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

PATHWAY ATRESIA ANI

  1. Download Pathway Atresia Ani

DIAGNOSA KEPERAWATAN ATRESIA ANI

  1. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan Dysuria
  2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan vistel rektovaginal, Dysuria
  3. Resti infeksi berhubungan dengan feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
  4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia
  5. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post operasi
  6. Resti infeksi berhubungan dengan perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
  7. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol

INTERVENSI KEPERAWATAN ATRESIA ANI

  1. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan vistel rektovaginal, Dysuria
    1. Tujuan :
      1. Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan
    2. Kriteria Hasil:
      1. Pasien dapat BAK dengan normal
      2. Tidak ada perubahan pada jumlah urine
    3. Intervensi:
      1. Kaji pola eliminasi BAK pasien
      2. Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
      3. Selidiki keluhan kandung kemih penuh
      4. Awasi/observasi hasil laborat
      5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
  2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan vistel rektovaginal, Dysuria
    1. Tujuan :
      1. Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
    2. Kriteria Hasil:
      1. Nyeri berkurang
      2. Pasien merasa tenang
    3. Intervensi:
      1. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
      2. Ajarkan teknik relaksasi distraksi
      3. Berikan posisi yang nyaman pada pasien
      4. Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
      5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
  3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia
    1. Tujuan :
      1. Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
    2. Kriteria Hasil:
      1. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
      2. Turgor pasien baik
      3. Pasien tidak mual, muntah
      4. Nafsu makan bertambah
    3. Intervensi:
      1. Kaji KU pasien
      2. Timbang berat badan pasien
      3. Catat frekuensi mual, muntah pasien
      4. Catat masukan nutrisi pasien
      5. Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
      6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
  4. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post operasi (Kolostomi)
    1. Tujuan :
      1. Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama
    2. Kriteria Hasil:
      1. Nyeri berkurang
      2. Pasien merasa tenang
      3. Tidak ada perubahan tanda vital
    3. Intervensi:
      1. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
      2. Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
      3. Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma
      4. Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
      5. Bantu melakukan latihan rentang gerak
      6. Awasi adanya kekakuan otot abdominal
      7. Kolaborasi pemberian analgetik
  5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol
    1. Tujuan :
      1. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama
    2. Kriteria Hasil:
      1. Mempertahankan integritas kulit
      2. Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
      3. Mengindentifisikasi faktor resiko individu
    3. Intervensi:
      1. Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong
      2. Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong
      3. Berikan perlindungan kulit yang efektif
      4. Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin
      5. Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma
      6. Kolaborasi dengan ahli terapi.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
  2. Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
  3. Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC
  4. Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.
  5. Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby

Semoga ada manfaatnya...

Askep Asuhan Keperawatan Asma Bronchial Anak

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Asma Bronchial Anak - ASKEP ANAK. Posting berkaitan erat dengan ( Baca : Askep / Asuhan Keperawatan Asma )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK dengan ASMA BRONCHIAL

DEFINISI ASMA BRONCHIAL

Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.

PATOFISIOLOGI ASMA BRONCHIAL

  1. Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
  2. Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.
  3. Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
  4. Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
  5. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan
  6. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).

Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)

Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan mediator radang ( histamin )

Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )

Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis ( N.X )

Hiperresponsif jalan napas

Astma

Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya produksi sekret.

Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya usaha nafas.

Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernafasan

Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake cairan

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan

KOMPLIKASI ASMA BRONCHIAL

Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

  1. Chronik persistent bronchitis
  2. Bronchiolitis
  3. Pneumonia
  4. Emphysema.

ETIOLOGI ASMA BRONCHIAL

  1. Faktor ekstrinsik :reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang).
  2. Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus, pneumonia,Mycoplasma..Kemudian dari fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.Polusi udara ( CO, asap rokok, parfum ). Emosional; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.

MANIFESTASI KLINIS ASMA BRONCHIAL

  1. Auskultasi :Wheezing, ronkhi kering musikal, ronki basah sedang.
  2. Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.
  3. Batuk kering ( tidak produktif ) karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit.
  4. Tachypnea, orthopnea.
  5. Diaphoresis
  6. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
  7. Fatigue
  8. Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara
  9. Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
  10. Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat ekshalasi yang sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi hipersonor.
  11. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
  12. Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.
  13. X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”

Pemeriksaan Diagnostik

  1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
  2. Foto rontgen
  3. Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
  4. Pemeriksaan alergi
  5. Pulse oximetri
  6. Analisa gas darah.

Penatalaksanaan serangan asma akut :

  1. Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
  2. Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20 menit sampai 3 kali.
  3. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini ( per oral ) :
    1. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
      1. Efedrin : 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
      2. Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
      3. Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam

      Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan monitor efek samping obat.
    2. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.
      1. Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
      2. Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

      3. Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi keperawatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus kusus misalnya infus pump.
    3. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus. Prednison : 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONCHIAL

PENGKAJIAN

  1. Identitas
    Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodik yang sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.
  2. Keluhan utama
    Batuk-batuk dan sesak napas
  3. Riwayat penyakit sekarang
    Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
  4. Riwayat penyakit terdahulu
    Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.
  5. Riwayat penyakit keluarga
    Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang lain.
  6. Riwayat kesehatan lingkungan
    Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma.
  7. Riwayat tumbuh kembang
    1. Tahap pertumbuhan
      1. Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
    2. Tahap perkembangan
      1. Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
      2. Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
      3. Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
      4. Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
      5. Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
      6. Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek, pendek-tinggi, baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
      7. Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
      8. Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
      9. Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
      10. Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
  8. Riwayat imunisasi
    Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
  9. Riwayat nutrisi
    Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
    1. Status Gizi
      clip_image003
      Klasifikasinya sebagai berikut :
      1. Gizi buruk kurang dari 60%
      2. Gizi kurang 60 % - <80 %
      3. Gizi baik 80 % - 110 %
      4. Obesitas lebih dari 120 %
  10. Dampak Hospitalisasi
    Sumber stressor :
    1. Perpisahan
      1. Protes : pergi, menendang, menangis
      2. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
      3. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
    2. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.
    3. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.
    4. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.
  11. Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
    1. Sistem Pernapasan / Respirasi
      Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.
    2. Sistem Cardiovaskuler
      Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
    3. Sistem Persyarafan / neurologi
      Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel, cengeng? apatis? sopor? coma.
    4. Sistem perkemihan
      Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas
    5. .Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
      Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.
    6. Sistem integumen
      Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN, KRITERIA HASIL dan RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN ASMA BRONCHIAL

  1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, udem mukosal dan meningkatnya sekret.
    1. Tujuan :
      1. Anak menunjukkan pertukaran gas yang normal
      2. Bersihan jalan nafas yang efektif dan pola nafas dalam batas normal.
    2. Kriteria hasil :
      1. PO2dan CO2 dalam batas nilai normal
      2. Tidak sesak nafas
      3. Batuk produktif, cianosis tdak ada
      4. Tidak ada tachypnea,ronki dan wheesing
    3. Intervensi :
      1. Pertahankan kepatenan jalan nafas; pertahankan support ventilasi bila diperlukan ( oksigen 2 ml dengan kanule ).
      2. Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap 15 menit sampai 4 jam.
      3. Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oximetry.
      4. Kaji kenyamanan posisi tidur anak.
      5. Monitor efek samping pengobatan; monitor serum darah;theophyline dan catat kemudian laporkan dokter. Normalnya 10-20 ug/ml pada semua usia.
      6. Berikan cairan yang adekuat per oral atau peranteral
      7. Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada, ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret ( suction ).
      8. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan kecemasan.
      9. Berikan terapi bermain sesuai usia.
  2. Fatigue berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya usaha nafas.
    1. Tujuan :
      1. Anak tidak tampak fatigue
    2. Kriteria hasil:
      1. Tidak iritabel
      2. Dapat beradaptasi dan aktivitas sesuai dengan kondisi.
    3. Intervensi :
      1. Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahann fatigue, iritabel, tachycardia, tachypnea.
      2. Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup.
      3. Intrusikan pada orang tua untuk tetap berada didekat anak.
      4. Berikan kenyamanan fisik; support dengan bantal dan pengaturan posisi.
      5. Berikan oksigen humidifikasi sesuai program.
      6. Berikan nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas, dan usaha nafas setelah terapi.
      7. Setelah krisis, ajarkan untuk aktivitas yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan untuk meningkatkan ventilasi,dan memperluas perkembangan psikososial.
  3. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres pernafasan.
    1. Tujuan :
      1. Kecemasan menurun
    2. Kriteria hasil:
      1. Anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
      2. Orang tua merasa tenang dan berpartisipasi dalam perawatan anak.
    3. Intervensi:
      1. Ajarkan teknik relaksasi; latihan nafas, melibatkan penggunaan bibir dan perut, dan ajarkan untuk berimajinasi.
      2. Pertahankan lingkungan yang tenang ; temani anak, dan berikan support.
      3. Ajarkan untuk ekspresi perasaan secara verbal
      4. Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi.
      5. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak.
      6. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.
  4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake cairan
    1. Tujuan :
      1. Status hidrasi adekuat
    2. Kriteria hasil:
      1. Turgor kulit elastis
      2. Membran mukosa lembab
      3. Intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan
      4. Output urine > 2 ml/ kg per jam.
    3. Intervensi:
      1. Monitor intake dan output, mukosa membran, turgor kulit, pengeluaran urin, ukur grapitasi urin atau berat jenis urin ( nilai 1.003-1030 ).
      2. Monitor elektrolit
      3. Kaji warna sputum, konsistensi dan jumlah
      4. Pertahankan terapi parenteral bila indikasi, dan monitor kelebihan caiaran ( overload )
      5. Berikan intake cairan per oral bila toleran, hati-hati minuman yang dapat meningkatkan bronkospasme ( air dingin ).
      6. Setelah fase akut, ajarkan anak dan orang tua untuk minum 3-8 gelas (750-2000 ml), tergantung usia dan berat badan.
  5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik.
    1. Tujuan :
      1. Orang tua mendemonstrasikan koping yang tepat
    2. Kriteria hasil:
      1. Mengekspresikan perasaan dan perhatian serta memberikan aktivitas yang sesuai usia atau kondisi dan perkembangan psikososial pada anak.
    3. Intervensi:
      1. Berikan kesempatan pada orang tua untuk ekspresi perasaan.
      2. Kaji mekanisme koping sebelumnya pada waktu stress
      3. Jelaskan prosedur dan pengobatan yang diberikan
      4. Informasikan kepada orang tua tentang kondisi anak
      5. Identifikasi sumber-sumber psikososial keluarga dan finansial
  6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan.
    1. Tujuan :
      1. Orang tua secara verbal memahami proses penyakit dan pengobatan dan mengikuti regimen terapi yang diberikan.
    2. Kriteria hasil:
      1. Berpartispasi dalam memberikan perawatan pada anak sesuai dengan program medik atau perawatan, misalnya memberikan makan dan minum yang cukup, memberi minum obat oral pada anak sesuai program.
    3. Intervensi:
      1. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit, pengobatan dan intervensi.
      2. Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus.
      3. Jelaskan tentang emosi dan stres yang dapat menjadi faktor pencetus.
      4. Jelaskan tentang pentingnya pengobatan; dosis, efek samping, waktu pemberian dan pemeriksaan darah.
      5. Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan kontrol ulang.
      6. Informasikan pentingnya program aktivitas dan latihan nafas.
      7. Jelaskan tentang pentingnya terapi bermain sesuai usia.

Perencanaan Pemulangan

  1. Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan gambar-gambar atau phantom.
  2. Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
  3. Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-debu, karpet, bulu binatang dan lainnya.
  4. Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
  5. Ajarkan penggunaan nebulizer.
  6. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama obat, dosis, efek samping, waktu pemberian.
  7. Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut dan stress.
  8. Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk latihan nafas.
  9. Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
  2. Soetjningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan kedua. EGC. Jakarta
  3. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika Jakarta.
  4. Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung Seto Jakarta.

Semoga ada manfaatnya...

Tuesday, March 2, 2010

Askep Asuhan Keperawatan Aspirasi Mekonium Anak

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan Keperawatan Aspirasi Mekonium Anak - ASKEP ANAK

ASKEP ASUHAN KEPERAWATAN ASPIRASI MEKONIUM

PENGERTIAN ASPIRASI MEKONIUM

Terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium ke dalam paru yang dapat terjadi pada saat intra uterin, persalinan dan kelahiran.

ETIOLOGI ASPIRASI MEKONIUM

  1. Riwayat persalinan postmatur
  2. Riwayat janin tumbuh lambat
  3. Riwayat kesulitan persalinan, riwayat gawat janin, asfiksia berat
  4. Riwayat persalinan dengan air ketuban bercampur mekonium

PENGKAJIAN ASPIRASI MEKONIUM

  1. Cairan amnion tercemar mekonium
  2. Kulit bayi diliputi mekonium
  3. Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan
  4. Gangguan napas (merintih, sianosis, napas cuping hidung, retraksi, takipnue)
  5. Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan

Pemeriksaan Laboratorium :

  1. Preparat darah hapus, kultur darah, darah rutin, analisa gas darah (hipoksemia, asidemia)
  2. Pemeriksaan sinar X dada

Komplikasi

  1. Hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O2, pneumothorak
  2. Sepsis, kejang, retardasi mental, epilepsi, palsi serebral

PENATALAKSANAAN MEDIS ASPIRASI MEKONIUM

  1. Tindakan resusitasi
  2. Pemberian antibiotika
  3. Terapi suportif : infus, oksigen, jaga kehangatan, pemberian ASI

DIAGNOSA KEPERAWATAN dan INTERVENSI KEPERAWATAN ASPIRASI MEKONIUM

  1. Resiko cedera berhubungan dengan sepsis neonatal
    1. Tujuan
      1. Tidak terjadi cedera
    2. Kriteria Hasil :
      1. Bayi menerima terapi sesuai pesanan
      2. Bayi mengalami kultur ulang setelah tindakan medis yang menunjukkan tak ada ‘pertumbuhan’ atau komplikasi lain.
      3. Bayi mengalami normotermik
    3. Rencana Tindakan :
      1. Pertahankan isolasi : perawatan isolasi
      2. Ubah posisi tiap 2 jam
      3. Observasi tanda vital setiap 2 jam, beritahu perubahan dan laporkan dokter sesuai kebutuhan
      4. Pantau tanda vital
      5. Pertahankan suhu lingkungan netral
      6. Periksa suhu setiap 2 jam
      7. Pertahankan prosedur mencuci tangan ketat
      8. Ajarkan tehnik mencuci tangan pada orang tua sebelum memegang bayi
      9. Berikan oksigen sesuai pesanan
      10. Lakukan AGD periodik sesuai pesanan
      11. Rencanakan periode istirahat; hindari memegang yang tak perlu
      12. Lakukan tindakan pendinginan bila bayi menggigil, mis: lepaskan sumber pemanas eksternal atau selimut berikan mandi hangat
      13. Dengan perlahan rangsang bila apnea dengan menggosok dada, menggoyang kaki
      14. Pertahankan peralatan resusitasi di dekatnya
      15. Observasi terhadap tanda fokal kacau mental
      16. Hisap lendir hidung dan mulut sesuai kebutuhan
      17. Miringkan kepala
      18. Lindungi dari gerakan membentur sisi inkubator atau box
      19. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
      20. Bantu dokter dalam kerja septik sesuai indikasi
      21. Berikan antibiotik sesuai pesanan
      22. Beri penkes pada ortu tentang pemberian obat (nama obat, dosis, waktu, tujuan, efek samping), pentingnya rawat jalan, gejala kekambuhan
  2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi malas minum
    1. Tujuan
      1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
    2. Kriteria Hasil :
      1. Bayi tidak kehilangan berat badan
      2. Bayi mampu mempertahankan/menunjukkan  peningkatan berat badan
    3. Rencana Tindakan :
      1. Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
      2. Ukur masukan dan haluaran
      3. Timbang berat badan bayi setiap hari
      4. Berikan makanan melalui sonde sesuai pesanan
      5. Catat aktifitas bayi dan perilaku makan secara akurat
      6. Observasi koordinasi reflek menghisap/menelan
      7. Berikan kebutuhan menghisap pada botol sesuai indikasi

Semoga ada manfaatnya...