Semua impian kita dapat menjadi nyata,

jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.

Jika Anda menginginkan sesuatu yang belum pernah anda miliki,

anda harus bersedia melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan.

Kehidupan itu ibarat naik sepeda,

anda tidak akan jatuh kecuali anda berencana untuk berhenti mengayuhnya.

Pikiran kita ibarat parasut,

hanya berfungsi ketika terbuka.

Sukses adalah sebuah perjalanan,

bukan tujuan akhir.

Sunday, February 28, 2010

Askep Asuhan Keperawatan DM Anak (Diabetes Melittus)

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan keperawatan DM (Diabetes Melittus) Anak - ASKEP ANAK. Posting berkaitan erat dengan ( Baca : Leaflet Diabetes Melittus (DM) )

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS DIABETES MILLITUS

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan sistem endokrin yang sering menyerang anak usia sekolah.

PATOGENESIS DIABETES MILLITUS

Disfungsi dari sel – sel beta pulau langerhans di pancreas yang dapat disebabkan oleh adanya tumor, pangkreatitis, penggunaan Corticosteroid yang akan mengganggu sekresi insulin.

Tiga efek utama gangguan / kekurangan insulin :

  1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel – sel tubuh dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah.
  2. Peningkatan nyata mobilisasi lemak dari daerah – daerah penyimpanan lemak menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
  3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Dapat juga defisit insulin akan terjadi perubahan metabolic : Transport glukosa yang melintasi membran sel – sel berkurang. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah Glikolisis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan kedalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.

Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurahkan kedalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak sehingga menyebabkan konsetrasi glukosa melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria.

Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poli uri) akan timbul rasa haus (polidipsi), karena kalori negatif dan berat badan berkurang rasa lapar semakin besar (polipagi) mungkin timbul sebagai akibat kehilangan kalori.

Pada anak Diabetes terjadi rata – rata, penurunan produsi insulin akan berakibat penurunan kemampuan memperoleh energi yang berasal dari nutrisi yang dibutuhkan oleh anak. Karena kehilangan berat badan dan pertumbuhan yang lambat, gabungan kegagalan akan menambah berat badan dan mengurangi energi secara tiba – tiba yang akan membawa perhatian kesehatannya beberapa jauh.

Anak mungkin melihat kesehatannya dari gejala sampai terlihat jelas. Gejala – gejala tersebut biasanya disertai dengan penurunan berat badan atau kegagalan untuk memambah berat badan dan kekurangan energi.

Gejalanya biasanya terjadi secara tiba – tiba. Jika seorang anak tidak tampak adanya gejala, dan mengarah kediagnosa, mungkin gangguan tersebut akan berkembang pada asidosis Diabetes karena tidak adekuatnya produksi insulin, karbohidrat tidak dapat dipakai sebagai bahan bakar penghasil energi, kemudian lemak dimobilisir untuk energi yang proses oksidasinya tidak lengkap, akan menghasilkan ketone bodies (acetone, acid diacetid, oxybatyric acid) terjadi penumpukan keton bodies siap di ekskresi ke dalam urine, tetapi di dalam ekresi akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan acidosis dengan karakteristik.

GEJALA DIABETES MILLITUS

Pada timbul dibetes mellitus ada rasa haus, penurunan berat badan, banyak kencing, lesu dan mengompol waktu malam. Gejala – gejala ini tampak selama beberapa minggu.

Ketoasidosis yang nampak pada anak harus diperlakukan sebagai keadaan gawat dan anak harus dirawat dirumah sakit.

Insulin komponen tunggal berisi porsin murni (misalnya Actrapid MC atau Leo Neutral) diberikan melalui infus pelan menggunakan pompa infus yang memberikan 2,5 atau 5 unit perjam secara teratur tergantung usia anak. NaCl 0,9 % diberikan secara intravena sampai gula darah mendekati harga normal (11 mmo1/1) kemudian diganti dengan NaCl 0,45 % ditambah Dekstrosa 5 %. Natrium bikarbonat dan garam kalium ditambahkan bila perlu.

Pada penyembuhan secara bertahap diberikan diet yang sesuai tergantung usia anak. Insulin diberikan sesuai hasil pemeriksaan air kencing sebelum makan. Dalam waktu singkat anak makan seperti biasa dan dapat dimulai dengan insulin “ long acting “ sebagai pengobatan pemeliharaan.

  1. Rapitard MC (Novo) 1 atau 2 kali sehari atau gabungan seperti :
  2. Monotard MC (Novo) + Actrapid MC (Novo) pagi hari atau
  3. Leo Retard + Leo Neutral pada pagi hari

Anak usia 6 tahun keatas dapat diajar memakai insulinnya dengan pengawasan ibunya. Tempat suntikan dipindah setiap hari dari depan / sisi lateral pada mengikuti pola tertentu. Mereka harus memeriksa air kencing mereka setengah jam sebelum makan. Kandung kencing harus dikosongkan setengah jam sebelum mendapatkan bahan pemeriksaan yang menggambarkan glukosa darah waktu itu.

Glukosa merupakan sumber energi utama untuk sel. Insulin merupakan fasilitas peningkatan glukosa intravaskuler melalui muskulus dari cell lemak, memfasititasi penyimpanan glukosa menjadi glikogen didalam liver dan sel muskulus dan secara tidak langsung mencegah metabolisme lemak, kekurangan insulin berperan penting terjadinya hyperglikemia karena glucosa intravascular tidak akan masuk ke dalam sel.

Lever merespon kekurangan glukosa intraselluler melalui glukoncogenesis dan glyconolysis dan lebih lanjut akan memperberat hyperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotic yang berlanjut kehilangan cairan ekektrolit dan rata – rata akan terjadi dehidrasi.

Ketidakmampuan glukosa masuk ke sell, memacu katabolise di proses katabolisme tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai energi dan walaupun intake makanan meningkat terjadi penurunan berat badan. Ketika lemak digunakan sebagai energi, liver merubah peningkatan lemak bebas didalam darah menjadi ketone bodies.

Penumpukan sirkulasi akumulasi keton bodies akan mempengaruhi PH darah yang akan mempengaruhi ketoacidasi. Selama acidosis potassium (kalium) tubuh menurun secara signifikan. Tanda – tanda kenaikan aceton dan ketoacid ialah pernafasan berbau buah – buahan, kussmaul, nyeri abdominal, muntah.

Saat terjadi muntah cairan banyak keluar dan terjadi gangguan keseimbangan dan diperlukan peningkatan intake, dan kondisi anak dapat lebih cepat memburuk.

Anak dengan diabetes dengan riwayat poliuri, polidipsi, poliphagia dan penurunan berat badan, banyak yang mengalami ketoacidosis. Anak dengan diabetes ketoacidosis dengan tanda – tanda klasik dan hyperglikemia (glokusa darah lebih dari 300 mg / dl), ketonemia, acidosis / PH < 7.30, bicarbnat < 15 mEq / 1, glucosuria, ketonuria.

Fokus treatment anak dengan diabetes keseimbangan metabolisme. Treatment jangka panjang berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan memberi tekanan tidak bergantung dan mengurangi efek psychososial. Treatment termasuk pendidikan anak dan keluarga untuk monitoring glukosa, pemberian insulin, diet, exercise, management, hyperglydemia dan hypoglikemia.

DIAGNOSIS DIABETES MILLITUS

Hati – hati obsevasi gejala / tanda di dalam anggota keluarga yang mempunyai riwayat Diabetes, misalnya frekwensi BAK, rasa haus, kehilangan berat badan dan yang merupakan reseko tinggi diharapkan untuk secara rutin periksa, dengan finger stickglucose monitoring atau test glicosuria apabila level glukosa darah > 200 mg / dl atau glycosuria, dan adanya tanda poliuria dan penurunan berat badan, polipagia.

Walaupun test toleransi glukosa dapat menggambarkan Diabetes pada dewasa, tidak dapat digunakan untuk anak – anak. Test oral glukosa toleransi sering tidak cocok / mendapatkan sukses pada anak karena mereka memuntahkan glukosa padat / pekata yang seharusnya ditelan.

Treatment untuk anak diabetes melibatkan keluarga anak dan tim kesehatan (perawat, gizi, dokter). Setelah anak terdiagnosa Diabetes, untuk beberapa waktu akan masuk rumah sakit, sampai keadaan stabil dibawah supervisor. Untuk beberapa saat perawat harus memahami perasaan emosi klien.

Reaksi insulin yaitu shock. Hipoglikemia, karena kebanyakan insulin akan mengakibatkan kecepatan metabolisme glukosa di dalam tubuh, saat terjadi perubahan di dalam tubuh yang seharusnya dengan syarat, kesembronoan dalam diet, kesalahan dalam pengukuran insulin atau berlebihan exercise karena Diabetes pada anak mudah labil.

Tanda hypoglikemia irritabilitas, diaphoresis, mengantuk, perubahan tingkat kesadaran. Tanda hyperglikemia : polipagia, poliuri, membran mucosa kering, letargi, perubahan tingkat kesadaran.

Pada anak – anak reaksi insulin sering terjadi lebih pagi, oleh karena itu dibutuhkan observasi lebih dini selama malam hari ( setiap 2 jam ). Oleh karena itu monitoring glukosa darah harus dilakukan lebih pagi khususnya bila di Rumah Sakit.

Teatment bila terjadi reaksi insulin, anak diberikan gula, permen, orenge juice atau salah produk yang digunakan untuk penanganan emergency lalu konsultasi dokter bila anak tidak dapat peroral, dapat diberikan glikogen subcutan untuk meningkatkan glukosa darah.

Glukogon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pancreas, dimana peninggian kadar glukosa darah akan membebaskan insulin ( pada normalnya orang ) tetapi glukosa darah menurun statimulasi pembebasan glikogen. Pembebasan glukoge di dalam darah akan meningkatkan penghancuran glukogen dihati dan glukosa dihasilkan.

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILLITUS

  1. Pengkajian :
    1. Penurunan berat badan
    2. Appetiti
    3. Polydipsia
    4. Dehidrasi
    5. Irritability
    6. Kelemahan
    7. Tinggi badan, berat badan
    8. Kelembaban kulit
    9. Turgor
    10. Tanda – tanda vital
    11. Kolekting urine spesimen
    12. Gukosa darah meningkat
    13. Perkembangan anak usia sekolah.
  2. Psikososial :
    1. Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
    2. Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
  3. Psikoseksual :
    1. Berorentasi pada sosial, kelompok bermain
    2. Mulai berkembang intelektual dan socsal
  4. Intelektual :
    1. Mulai berpikir logis, terarah, dapat mengelompokkan fakta –fakta berfikir abstrak
    2. Mengatasi masalah secara nyata dan sistematis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DIABETES MILLITUS

  1. Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan insulin
  2. Tidak efektifnya koping keluarga ; kompromi berhubungan dengan perawatan rumah dalam mencegah hypo dan hyperglikemia
  3. Ketakutan anak berhubungan dengan pemberian insulin
  4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari berhubungan dengan, penurunan produksi insulin
  5. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi / sensori
  6. Kecemasan anak / keluarga berhubungan dengan diagnosis diabetes dan komplikasi
  7. Gangguan selfesteem berhubungan dengan penyakit kronik dan ketergantungan insulin

PERENCANAAN DAN IDENTIFIKASI OUT COME

Tujuan secara garis besarnya adalah :

  1. Mencegah injuri dan infeksi
  2. Eliminir ketakutan saat pemberian insulin
  3. Maintenance nutrisi yang adekuat
  4. Self konsep yang positif
  5. Tidak bergantung
  6. Untuk keluarga menjaga agar anak tidak terjadi hipoglikemia, pemberian insulin nutrisi untuk anak
  7. Untuk anak agar dapat belajar merawat diabet supaya terhindar dari komplikasi.

Mencegah injuri

  1. Monitoring level glukosa darah; 2 kali sehari, sebelum makan pagi dan makan malam
  2. Membantu expresikan perasaan ketakutan saat dilakukan test glukosa darah ( finger stick )
  3. Fase sekolah ; Industri à tertarik dengan informasi agar anak kooperatif
  4. Monitor tanda – tanda hiperglikemia

Meningkatkan koping keluarga dalam manajemen hypoglikemia dan hyperglikemia

  1. Pendidikan / HE tentang tanda – tanda hypoglikemia dan hyperglikemia dan bagaimana penanganan seperlunya untuk mengatasi
  2. Cara penanganan apabila gula darah < 60 mg/dl, juice, gula, soda non diet, apabila glukosa tidak dicek beri karbohidrat simple apabila ada tanda hipoglikemia
  3. Apabila anak mendapat therapi glukagon atau dextrose dari dokter, ajari bagaimana pemberian glukagon secara intra muscular
  4. Anjurkan anak membawa bekal dan dimakan apabila ada tanda – tanda hipoglikemia (bekalnya karbohidrat complex misalnya cake, crakers, roti, kacang dan sebagainya )
  5. Catat pola terjadinya hipoglikemia dan buat jadwal rencana pengambilan keputusan agar tidak terjadi hipoglikemia
  6. Apabila anak mengalami sakit ( panas, infeksi, muntah, mual, tidak mau makan ) hubungi dokter
  7. Ajari cara pemberian insulin secara subcutan

Memastikan tepat dan adekuatnya nutrisi

  1. Melibatkan anak dalam rencana pemberian nutrisi
  2. Membantu anak agar ikut terlibat dalam program diet
  3. Apabila anak akan pulang terlambat untuk makan siamg dianjurkan membawa makanan karbohidrat komplek
  4. Anjurkan anak agar dapat bagaimana mengatasi makan di sekolah dan lingkungan sosial

Mencegah infeksi dan kerusakan kulit

  1. Ajarkan cara mengobservasi, tentukan kulit setiap hari ( setelah mandi ) biasanya yang mudah mengalami kerusakan pada lipatan – lipatan ( axilla, paha )
  2. Perhatikan penggunaan sepatu yang baik
  3. Observasi kedua kaki untuk pecah –pecah, potong kuku sesuai garis, gunakan kaos kaki yang bersih dan jangan tidak menggunakan pengalas kaki
  4. Infeksi yang sering adalah sistem urinary dan sistem respirasi atas ajarkan mengenal tanda – tanda infeksi urinary ; gatal, rasa panas pada sistem urinary bila terjadi hubungi dokter

Mengurangi kecemasan anak dan keluarga

  1. Anjurkan kepada anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya ( rasa bersalah, marah, penolakan )
  2. Anjurkan banyak membaca untuk menambah pemahaman tentang penyakitnya
  3. Berikan informasi yang jujur dan jelas

Meningkatkan self care dan self esteem yang positif

  1. Anjurkan untuk saling mengunjungi antar anak yang sakit
  2. Menjelaskan bahwa anak diabetes dapat melakukan aktifitas yang sama seperti anak lainnya

EVALUASI

  1. Anak tidak mendapat injuri
  2. Anak dan keluarga dapat menunjukkan cara penanganan hypoglikemia dan hyperglikemia
  3. Anak dan keluarga dapat menunjukkan cara pemberian insulin
  4. Anak dan keluarga dapat menunjukkan nutrisi yang dibutuhkan
  5. Anak tidak mendapatkan kulit yang rusak atau infeksi
  6. Anak dan keluarga dapat menunjukkan perawatan dirumah untuk jangka panjang
  7. Anak dan keluarga dapat menunjukkan sikap positif didalam segala kondisi

KEPUSTAKAAN

  1. Dr. Sidhartani Zain. (1981), Ilmu Kesehatan Anak Untuk Perawat, Ikip Semarang, Semarang.
  2. Dr. Sidhartani Zain. (1991), Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
  3. Marilynn. E. Doenges, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

Semoga ada manfaatnya...

Sunday, February 7, 2010

Askep Asuhan Keperawatan Uretrolithiasis | Batu Ginjal

kapukonline.com | Up-date Askep | Asuhan keperawatan Uretrolithiasis (Batu Ginjal) - ASKEP BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN dengan BATU GINJAL

KONSEP MEDIS

Pengertian

Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra.

Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Insiden dan Etiologi

Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari.

Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)

Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

  1. Faktor Intrinsik, meliputi:
    1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
    2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
    3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
  2. Faktor Ekstrinsik, meliputi:
    1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
    2. Iklim dan temperatur
    3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
    4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
    5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih

Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:

  1. Teori Nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti, batu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
  2. Teori Matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
  3. Penghambat Kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium

Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75 - 80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:

  1. Hiperkalsiuria: Kadar kalsium urine lebih dari 250 - 300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorbsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid.
  2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
  3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
  4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom mal-absorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
  5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.

Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (Uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat

Batu asam urat meliputi 5 - 10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.

Patofisiologi

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pielonefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)

Gambaran Klinik dan Diagnosis

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketuk di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi, didaptkan demam/menggigil.

Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.

Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu saluran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di antara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).

Pemeriksaan pieolografi intra vena (IVP) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.

Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shaddow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Pencegahan

Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalah upaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.

Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:

  1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2 - 3 liter per hari
  2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
  3. Aktivitas harian yang cukup
  4. Medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:

  1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
  2. Rendah oksalat
  3. Rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
  4. Rendah purin
  5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN BATU GINJAL

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

  1. Aktivitas/istirahat:
    1. Gejala:
      1. Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
      2. Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
      3. Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)
  2. Sirkulasi
    1. Tanda:
      1. Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
      2. Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
  3. Eliminasi
    1. Gejala:
      1. Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
      2. Penurunan volume urine
      3. Rasa terbakar, dorongan berkemih
      4. Diare
    2. Tanda:
      1. Oliguria, hematuria, piouria
      2. Perubahan pola berkemih
  4. Makanan dan cairan:
    1. Gejala:
      1. Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
      2. Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
      3. Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
    2. Tanda:
      1. Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
      2. Muntah
  5. Nyeri dan kenyamanan:
    1. Gejala:
      1. Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
    2. Tanda:
      1. Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
      2. Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
  6. Keamanan:
    1. Gejala:
      1. Penggunaan alkohol
      2. Demam/menggigil
  7. Penyuluhan/pembelajaran:
    1. Gejala:
      1. Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
      2. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
      3. Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

Tes Diagnostik

Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN BATU GINJAL

  1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
  2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
  3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN

  1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
    1. Intervensi:
      1. Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar
        Rasional: Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas
      2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi
        Rasional: Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.
      3. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi
        Rasional: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
      4. Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik
        Rasional: Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot
      5. Bantu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.
        Rasional: Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya
      6. Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen
        Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut
      7. Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
        1. Analgetik
        2. Antispasmodik
        3. Kortikosteroid

        Rasional:
        1. Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental
        2. Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.
        3. Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu
      8. Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan
        Rasional: Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi
  2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
    1. Intervensi:
      1. Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.
        Rasional: Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
      2. Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi
        Rasional: Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan uretrovesikal.
      3. Dorong peningkatan asupan cairan
        Rasional: Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu
      4. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran
        Rasional: Akumulasi sisa uremik dan ketidak seimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP
      5. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
        Rasional: Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal
      6. Berikan obat sesuai indikasi:
        1. Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)
        2. Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)
        3. Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)
        4. Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)
        5. Antibiotika
        6. Natrium bikarbonat
        7. Asam askorbat

        Rasional:
        1. Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.
        2. Mencegah stasis urine dan menurunkan pembentukan batu kalsium.
        3. Menurunkan pembentukan batu fosfat
        4. Menurnkan produksi asam urat.
        5. Mungkin diperlukan bila ada ISK
        6. Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.
        7. Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
      7. Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).
        Rasional: Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.
      8. Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi
        Rasional: Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
      9. Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi
        Rasional: Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu
  3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
    1. Intervensi:
      1. Awasi asupan dan haluaran
        Rasional: Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal
      2. Catat insiden dan karakteristik muntah, diare
        Rasional: Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung
      3. Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari
        Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar
      4. Awasi tanda vital.
        Rasional: Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
      5. Timbang berat badan setiap hari
        Rasional: Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi
      6. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit
        Rasional: Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi
      7. Berikan cairan infus sesuai program terapi
        Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)
      8. Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien
        Rasional: Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
      9. Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).
        Rasional: Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
    1. Intervensi:
      1. Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari
        Rasional: Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu
      2. Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
        1. Diet rendah purin
        2. Diet rendah kalsium
        3. Diet rendah oksalat
        4. Diet rendah kalsium/fosfat

        Rasional: Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan
      3. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas
        Rasional: Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu
      4. Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria)
        Rasional: Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius
      5. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada.
        Rasional: Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
  2. Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
  3. Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
  4. Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta

Semoga ada manfaatnya....

Saturday, February 6, 2010

Askep Anemia Anak

kapukonline.com Up-date Askep | Asuhan keperawatan Anemia Anak - ASKEP ANAK. Posting berkaitan erat dengan ( Baca : Pemeriksaan Darah / Hematologi : Fungsi dan Artinya )

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA

PENGERTIAN ANEMIA

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

PENYEBAB ANEMIA

Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:

  1. Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun:cacingan.
  2. Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
  3. Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
  4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).

TANDA DAN GEJALA ANEMIA

  1. Tanda-tanda umum anemia:
    1. Pucat
    2. Tachicardi
    3. Bising sistolik anorganik
    4. Bising karotis,
    5. Pembesaran jantung.
  2. Manifestasi khusus pada anemia:
    1. Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
    2. Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional.
    3. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG ANEMIA

  1. Kadar Hb.
    Kadar Hb <10 gr/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat.
  2. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
    1. Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
    2. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik, urobilinuria.
    3. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.

PATHWAY ANEMIA

  1. Download Pathway Anemia Via Ziddu
  2. Download Pathway Anemia Via Mediafire

PENATALAKSANAAN

  1. Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
  2. Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari. Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
  3. Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL dan TINDAKAN KEPERAWATAN pada ANEMIA

  1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
    1. Tujuan :
      1. Perfusi jaringan adekuat
    2. Intervensi :
      1. Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
      2. Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
      3. Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
      4. Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
      5. Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
      6. Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebu­tuhan tubuh.
      7. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
  2. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
    1. Tujuan :
      1. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
    2. Intervensi :
      1. Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
      2. Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
      3. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika teladi gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
      4. Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari­ hari sesuai dengan kemampuan anak.
      5. Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
      6. Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
      7. Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemam­puan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.
  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
    1. Tujuan :
      1. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
    2. Intervensi :
      1. Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
      2. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
      3. Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
      4. Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  2. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
  3. Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC
  4. Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
  5. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
  6. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC

Semoga bermanfaat...

Friday, February 5, 2010

Askep Asuhan Keperawatan Nefrotik Syndrome

kapukonline.com Up-date Askep | Asuhan keperawatan Nefrotik Syndrome - ASKEP ANAK. Posting berkaitan erat dengan ( Baca : Askep | Asuhan Keperawatan Klien Glomerulo Nefritis Akut (GNA) )

ASKEP ANAK dengan NEFROTIK SYNDROME

Nefrotik syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.

Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotik syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien nefrotik syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.

Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.

Konsep Nefrotik Syndrome (NS)

Pengertian.

Nefrotik Syndrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

Etiologi Nefrotik syndrome

Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :

  1. Nefrotik syndrome bawaan:
    Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.
  2. Nefrotik syndrome sekunder
    Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis.
  3. Nefrotik syndrome idiopatik
  4. Sklerosis glomerulus.

Patofisiologi Nefrotik syndrome

Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.

Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.

Pathway Syndrome Nefrotik

  1. Download Pathway Nefrotik Syndrome Via Ziddu
  2. Download Pathway Nefrotik Syndrome Via Mediafire

Gejala klinis Nefrotik syndrome

  1. Edema, sembab pada kelopak mata
  2. Rentan terhadap infeksi sekunder
  3. Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
  4. Kadang-kadang sesak karena ascites
  5. Produksi urine berkurang

Pemeriksaan Laboratorium Nefrotik syndrome

  1. BJ urine meninggi
  2. Hipoalbuminemia
  3. Kadar urine normal
  4. Anemia defisiensi besi
  5. LED meninggi
  6. Kalsium dalam darah sering merendah
  7. Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.

Penatalaksanaan Nefrotik syndrome

  1. Istirahat sampai edema sedikit
  2. Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari
  3. Diuretikum
  4. Kortikosteroid
  5. Antibiotika
  6. Punksi ascites
  7. Digitalis bila ada gagal jantung.

Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotik Syndrome

Pengkajian

  1. Identitas:
    Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
  2. Riwayat Kesehatan:
    1. Keluhan utama:
      Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
    2. Riwayat penyakit dahulu:
      Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
    3. Riwayat penyakit sekarang:
      Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
  3. Riwayat kesehatan keluarga.
    Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
  4. Riwayat kehamilan dan persalinan:
    Tidak ada hubungan.
  5. Riwayat kesehatan lingkungan.:
    Endemik malaria sering terjadi kasus Nefrotik syndrome
  6. Imunisasi:
    Tidak ada hubungan.
  7. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan:
    1. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
    2. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
    3. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
    4. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
    5. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
    6. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
    7. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
  8. Riwayat nutrisi:
    Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
  9. Pengkajian persistem.
    1. Sistem pernapasan:
      Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
    2. Sistem kardiovaskuler:
      Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
    3. Sistem persarafan:
      Dalam batas normal.
    4. Sistem perkemihan:
      Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
    5. Sistem pencernaan:
      Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
    6. Sistem muskuloskeletal:
      Dalam batas normal.
    7. Sistem integumen:
      Edema periorbital, ascites.
    8. Sistem endokrin:
      Dalam batas normal.
    9. Sistem reproduksi:
      Dalam batas normal.
    10. Persepsi orang tua:
      Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

Diagnosa dan Rencana Keperawatan Nefrotik Syndrome

  1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
    1. Tujuan :
      1. Volume cairan tubuh akan seimbang
    2. Kriteria hasil:
      1. Penurunan edema, ascites,
      2. Kadar protein darah meningkat,
      3. Output urine adekuat 600 – 700 ml/hari,
      4. Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
    3. Intervensi:
      1. Catat intake dan output secara akurat
        Rasional: Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
      2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine
        Rasional: Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
      3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama
        Rasional: Mencegah edema bertambah
      4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam
        Rasional: Estimasi penurunan edema tubuh
      5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari
        Rasional: Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal
  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan nafsu makan.
    1. Tujuan:
      1. Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi
    2. Kriteria hasil:
      1. Nafsu makan baik
      2. Tidak terjadi hipoproteinemia
      3. Porsi makan yang dihidangkan dihabiskan
      4. Eema dan ascites tidak ada
    3. Intervensi :
      1. Catat intake dan output makanan secara akurat
        Rasional: Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
      2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare
        Rasional: Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
      3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup
        Rasional: Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk
  3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
    1. Tujuan:
      1. Tidak terjadi infeksi
    2. Kriteria hasil:
      1. Tanda-tanda infeksi tidak ada
      2. Tanda vital dalam batas normal
      3. Ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan
    3. Intervensi:
      1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung
        Rasional: Meminimalkan masuknya organisme
      2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi
        Rasional: Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
      3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
        Rasional: Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
      4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik
        Rasional: Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.
  4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
    1. Tujuan:
      1. Kecemasan anak menurun atau hilang
    2. Kiteria hasil:
      1. Kooperatif pada tindakan keperawatan
      2. Komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takut
    3. Intervensi :
      1. Validasi perasaan takut atau cemas
        Rasional: Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya
      2. Pertahankan kontak dengan klien
        Rasional: Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan
      3. Upayakan ada keluarga yang menunggu
        Rasional: Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi
      4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga.
        Rasional: Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga

DAFTAR PUSTAKA

  1. Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.
  2. Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta
  3. Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta
  4. Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
  5. Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta
  6. Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
  7. -------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.

Semoga ada manfaatnya...

Askep Asuhan Keperawatan Meningitis

kapukonline.com Up-date Askep | Asuhan keperawatan Meningitis - ASKEP ANAK

ASKEP ANAK DENGAN MENINGITIS

PENGERTIAN MENINGITIS

Suatu peradangan akut pada selaput otak yang diakibatkan oleh :

  1. Bakteri –> Meningitis Bakteri –> 90 % kasus terjadi pada anak umur 1 bln - 5 th
  2. Virus –> Meningitis non bakteri (Aseptic)

MENINGITIS BAKTERI

  1. Etiologi :
    1. H. influenza (type B)
    2. Streptokokus pneumonie
    3. Neisseria meningitides (meningococus)
    4. b. Hemolytic streptococcus
    5. Stapilococus aureus
    6. Escherecia coli
  2. Faktok Predisposisi:
    1. Laki-laki > perempuan
    2. Faktor maternal
      1. Ketuban pecah dini
      2. Infeksi maternal pada akhir kehamilan terjadi meningitis pada neonatus
    3. Penurunan mekanisme immun dan penurunan leukosit terjadi meningitis pada BBL
    4. Anak dengan kekurangan imunoglobulin dan anak yang minum obat immunosupresant

PATHWAY MENINGITIS

  1. Download Pathway Meningitis Via Ziddu
  2. Download Pathway Meningitis Via Mediafire

MANIFESTASI KLINIS MENINGITIS

Manifestasi klinis dari Meningitis:

  1. Tergantung pada luasnya penyebaran dan umur anak
  2. Dipengaruhi oleh type dari organisme dan keefektifan dari terapi
  3. CHILDREN AND ADOLESCENT
    1. Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-kejang
    2. Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
    3. Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
    4. Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
    5. Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
    6. Tanda kernig dan brudzinki (+)
    7. Kulit dingin dan sianosis
    8. Peteki/adannya purpura pada kulit à infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
    9. Keluarnya cairan dari telinga à meningitis peneumococal
    10. Congenital dermal sinus --> infeksi E. Colli
  4. INFANT AND CHILDREN
    1. Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun
    2. Adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, iritabel, mudah lelah dan kejang-kejang, dan menangis meraung-raung.
    3. Fontanel menonjol
    4. Nuchal Rigidity à tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun lambat
  5. NEONATUS
    Sukar untuk diketahui --> manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik –> ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
    1. Menolak untuk makan
    2. Kemampuan menelan buruk
    3. Muntah dan kadang-kadang ada diare
    4. Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah
    5. Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang, RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
    6. Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
    7. Leher fleksibel
    8. Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak diobati/ditangani

KOMPLIKASI MENINGITIS

  1. Dapat dikurangi dengan diagnosis yang awal dan pemberian terapi antimikrobial dengan cepat.
  2. Bila infeksi meluas ke ventrikel, pus yang banyak (kental), adanya penekatan pada bagian yang sempit --> obstruksi cairan cerebrospinal --> hydrocephalus
  3. Perubahan yang dekstruktif ada pada kortex serebral dan adanya abses otak à infeksi langsung. Atau melalui penyebaran pembuluh darah.
  4. Ketulian, kebutaan, kelemahan/paralysis dari otot-otot wajah atau otot-otot yang lain pada kepala dan leher --> penyebaran infeksi pada daerah syaraf cranial
  5. Kompl;ikasi yang serius biasanya diakibatkan oleh infeksi : meningococcal sepsis atau meningococcemia
  6. Syndrom water haouse-Friderichsen
    1. Overwhelming septic shock
    2. DI
    3. Perdarahan
    4. Purpura
  7. SIADH, subdural effusion, kejang-kejang, edema serebral, herniasi dan hydrocephalus.
  8. Komplikasi post meningitis pada neonatus:
    1. Ventriculitis (yang menghasilkan kista, daerah yang dibatasi oleh akumulasi cairan dan tekanan pada otak)
    2. Gangguan yang menetap dan penglihatan, pendengaran dan kelemahan nervus yang lain
    3. Cerebral palsy, cacat mental, gangguan belajar, penurunan perhatian, gangguan hiperaktivitas dan adanya kejang.
    4. Hemiparesis dan quadriparesis --> arthritis/thrombosis

EVALUASI DIAGNOSTIK

LUMBAL PUNKSI

  1. Cairannya diukur dan diambil sample untuk mendapatkan culture, gram stain, jumlah sel darah merah dan untuk mengetahui adanya glukosa dan protein
  2. Culture dan stain --> mengidentifikasi organisme penyebab
  3. Jumlah sel darah merah meningkat
  4. Glukosa menurun
  5. Kensentrasi protein meningkat
  6. Culture darah
  7. Culture hidung dan tenggorokan

TERAPEUTIC MANAGEMENT

  1. Isolation precautions
  2. Pemberian terapi antimikroba
  3. Mempertahankan hidrasi yang optimum
  4. Mempertahankan ventilasi
  5. Mengurangi peningkatan TIK
  6. Management dari shock
  7. Mengontrol kejang
  8. Mengontrol temperatur pada ekstrimitas
  9. Koreksi anemia
  10. Perawatan dari komplikasi

PERHATIAN PERAWAT

  1. Melakukan precautions untuk melindungi anak dan orang laindari kemungkinan infeksi .
  2. Menjaga ruangan agar tidak bising dan menimpalkan stimulus lingkungan.
  3. Mencegah aktifitas yang menyebabkan nyeri/ meningkatkan ketidaknyamanan, seperti mengangkat kepala anak.
  4. Memberi dukungan pada keluarga
    1. Berdiskusi dengan keluarga
    2. Memberikan informasi tentang perkembang anak dan semua prosedur yang akan dilakukan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN MENINGITIS

  1. GANGGUAN RASA NYAMAN: NYERI BERHUBUNGAN DENGAN IRITASI MENINGEAL, BEDREST.
    1. TUJUAN. 1: Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda nyeri/iritasi meningeal.
      1. Kriteria Hasil :
        1. Sakit kepala (-)
        2. Fotophobia (-)
        3. Tidak ada iritabilitas yang berlebihan
        4. HR dan RR normal
        5. tanda kernig’s dan brudzinki (-)
      2. INTERVENSI :
        1. Kaji tingkat nyeri
        2. Evaluasi indikator dari nyeri (ekspresi wajah, menangis, gerakan), lokasi, lamanya.
        3. Lakukan tindakan untuk memberikan kenyamanan (seperti memberikan posisi yang nyaman, distraksi dan massage)
        4. Kolaborasi pemberian analgetik
        5. Ajarkan anak (bila sudah besar) untuk mencegah gerakkan yang meningkatkan TIK (mis : Batuk, mengedan dll)
        6. Batasi pengunjung
    2. TUJUAN 2. : Menunjukkan tidak ada peningkatan TIK
      1. Kriteria hasil :
        1. Tanda Tanda Vital dalam batas normal
        2. Tidak ada iritabilitas
        3. Tidak ada keluha
      2. INTERVENSI :
        1. Kaji tanda-tanda peningkatan TIK tiap 1 – 2 jam
          1. Penurunan HR & RR, peningkatan TD
          2. Penurunan tingkat pada bayi
          3. Peningkatan LK pada bayi
          4. Fontanel menonjol
          5. Cengeng, perubahan pupil, ¹ simetris, bengkak & meleba
          6. Sakit kepala & muntah
        2. Elevasikan kepala 30 - 45 °
        3. Posisi kepala tegak & stabil
        4. Menurunkan stimulasi lingkungan
        5. Tawarkan kegiatan untuk meningkatkan kenyamanan
        6. Batasi cairan
  2. RISIKO TINGGI INJURI BERHUBUNGAN DENGAN ADANYA SERANGAN
    1. TUJUAN: Injuri tidak terjadi
      1. Kriteria Hasil :
        1. Tidak ada luka selama dan sesudah serangan
        2. Mengetahui dan mengatasi serangan sesegera mungki
      2. Intervensi:
        1. Monitor frekuensi serangan
        2. Pasang penghalang TT
        3. Berikan mainan yang lembut
        4. Sediakan suction & O 2 disamping tempat tidur
        5. Jaga dan tetap tenang dalam serangan
        6. Miringkan anak
        7. Hindari barang – barang berbahaya

DAFTAR PUSTAKA

  1. Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
  2. Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.
  3. Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986.
  4. Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.
  5. Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

Semoga ada manfaatnya.....

Thursday, February 4, 2010

Askep Mata Glaukoma

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan keperawatan Glaukoma - ASKEP MATA

DEFINISI GLAUKOMA

Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).

Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

ETIOLOGI GLAUKOMA

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :

  1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
  2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil

KLASIFIKASI GLAUKOMA

  1. Glaukoma primer
    1. Glaukoma sudut terbuka
      Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan.
      Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
    2. Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
      Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
      Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
  2. Glaukoma sekunder

    Dapat terjadi dari peradangan mata, perubahan pembuluh darah dan trauma. Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
    1. Perubahan lensa
    2. Kelainan uvea
    3. Trauma
    4. Bedah
  3. Glaukoma kongenital
    1. Primer atau infantil
    2. Menyertai kelainan kongenital lainnya
  4. Glaukoma absolut

    Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
    Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Berdasarkan lamanya

  1. GLAUKOMA AKUT
    1. Definisi
      Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
    2. Etiologi
      Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
    3. Faktor Predisposisi
      Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
    4. Manifestasi klinik
      1. Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala.
      2. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
      3. Tajam penglihatan sangat menurun.
      4. Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
      5. Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
      6. Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
      7. Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
      8. Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
      9. Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
      10. Tekanan bola mata sangat tinggi.
      11. Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
    5. Pemeriksaan Penunjang
      Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
      Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
    6. Penatalaksanaan
      Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.
  2. GLAUKOMA KRONIK
    1. Definisi
      Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
    2. Etiologi
      Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
    3. Manifestasi klinik
      Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
    4. Pemeriksaan Penunjang
      Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
      Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
    5. Penatalaksanaan
      Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.

PATHWAY GLAUKOMA

  1. Download Pathway Glukoma

ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA

  1. Pengkajian
    1. Aktivitas / Istirahat :
      Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
    2. Makanan / Cairan :
      Mual, muntah (glaukoma akut)
    3. Neurosensori:
      1. Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
      2. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
      3. Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
        Tanda :
        1. Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
        2. Peningkatan air mata.
      4. Nyeri / Kenyamanan :
        1. Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
        2. Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
      5. Penyuluhan / Pembelajaran
    4. Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
    5. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
    6. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
  2. Pemeriksaan Diagnostik
    1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
    2. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
    3. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
    4. Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
    5. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
    6. Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
    7. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
    8. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi, PAK.
    9. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Glaukoma

  1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
    1. Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
    2. Kriteria hasil :
      1. Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
      2. Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
      3. Ekspresi wajah rileks
    3. Intervensi :
      1. Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
      2. Kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
      3. Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
      4. Atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
      5. Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
      6. Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
      7. Berikan analgesik sesuai anjuran
  2. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
    1. Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
    2. Kriteria Hasil:
      1. Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
      2. Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
    3. Intervensi :
      1. Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
      2. Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
      3. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
      4. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam
      5. Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
  3. Ansitas berhubungan dengan faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
    1. Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
    2. Kriteria Hasil :
      1. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
      2. Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
      3. Pasien menggunakan sumber secara efektif
    3. Intervensi :
      1. Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
      2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
      3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
      4. Identifikasi sumber/orang yang menolong.
  4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
    1. Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
    2. Kriteria Hasil :
      1. Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan
      2. Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
      3. Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
    3. Intervensi :
      1. Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
      2. Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
      3. Izinkan pasien mengulang tindakan.
      4. Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
      5. Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur dll.
      6. Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
      7. Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
      8. Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat
      9. Tekankan pemeriksaan rutin.
      10. Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma

DAFTAR PUSTAKA

  1. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002
  2. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000
  3. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982 
  4. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992
  5. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000
  6. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998

Semoga ada manfaatnya.....

Tuesday, February 2, 2010

Isu Trend Keperawatan Medikal-Bedah V.2

kapukonline.com | Up-date Askep / Asuhan keperawatan ISU Dan TREND Dalam KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH - DOENGES V.2. Posting ini kelanjutan dan tak terpisahkan dari posting sebelumnya ISU Dan TREND Dalam KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH V.1

Pengurangan Lamanya Dirawat

Ketentuan dari perawatan yang dibuat dengan keinginan sendiri harus direncanakan dan diberikan dengan kontinuitas sejalan dengan penurunan masa perawatan. Banyak pasien yang meninggalkan rumah sakit lebih dini masih membutuhkan perawatan kesehatan.

Rumah sakit menanggapi kebutuhan ini dengan membuat ruangan/tempat tidurperawatan transisi, membuat agensi perawatan kesehatan sendiri, atau menyewa koordinator yang berlandaskan rumah sakit untuk kerja dengan agensi pelayanan kesehatan swasta.

Perawat memikul tanggung jawab yang besar untuk memastikan bahwa pasien yang pulang pada waktu sesuai dengan penggolongan kelompok diagnosis yang berhubungan. Perencanaan pulang yang agresif harus dimulai pada penerimaan di unit medikal/bedah dan menggabungkan pengetahuan tentang sumber-sumber rumah sakitdan komunitas yang tersedia untuk pasien.

Untuk mempermudah pemulangan dini tetapi aman dan untuk menjamin kontinuitas perawatan, banyak batasan-batasan unit tradisional dilanggar. Manager keperawatan-kasus mengikuti pasien dari penerimaan sampai unit perawatan umum hingga pemulangan kembali ke komuniti dalam suatu upaya untuk mencapai hasil yang optimal. Rencana perawatan terkoordinasi yang efektif dapat membantu menjamin kontinuitas perawatan antara sistem pelayanan kesehatan dan rumah atau agensi yang menerima pemindahan.

TABEL 1-1. Standar-Standar Praktik Keperawatan Klinik

Standar-Standar Asuhan

  1. Pengkajian: Perawat mengumpulkan data kesehatan pasien
  2. Diagnosis: Perawat menganalisis data pengkajian dalam memnentukan diagnosa
  3. Identifikasi Hasil: Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual bagi klien
  4. Perencanaan: Perawat mengembangkan rencana asuhan yang menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan

Standar Performa Profesinal

  1. Kualitas Asuhan: Perawat secara sistematis mengevaluasi kualitas dan efektivitas praktik keperawatan
  2. Penilaian Performa: Perawat mengevaluasi prktik keperawatannya sendiri dalam hubungannya dengan standar-standar praktik profesinal dan undang-umdang serta peraturan yang relevan
  3. Pendidikan: Perawat mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan terbaru dalam parkatik keperawatan
  4. Kolegialitas: Perawat memberikan sumbangsih pada perkembangan profesional teman sejawat , kolega dan lain-lain
  5. Etik: Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan perawat atas nama klien ditentukan dalam cara-cara yang sesuai etika
  6. Kolaborasi: Perawat berkolaborasi dengan klien, orang terdekat, dan pemberi pelayanan kesehatan lain dalam memberikan perawatan klien.
  7. Riset: Perawat menggunakan temuan-temuan riset dalam praktik
  8. Penggunaan sumber: Perawat mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan keamanan, efektifitas, dan biaya dalam perencanaan dan pemberian asuhan pada klien

Meningkatnya Ketergantungan terhadap Teknologi Tinggi

Dalam lingkungan “bermusuhan” dari masyarakat yang tunduk pada hukum, praktik kedokteran defensif telah mengakibatkan peningkatan ketergantungan pada teknologi diagnostik dan intervensi pengobatan yang canggih.

Beberapa tahun yang lalu sebelum “tekti” menjadi suatu kecenderungan, perawat-perawat menunjukkan perhatian bahwa pasien dalam bahaya kematian diantara selang-selang, alat pemantau, dan mesin-mesin karena teknologi yang kompleks menjadi bagian yang meningkat dengan pesat dalam perawatan kesehatan.

Hal ini mengarahkan perawat-perawat untuk menjadi penasehat hukum bagi individualitas pasien, konsep holistik tentang interaksi “pikiran-jiwa-tubuh”, dan meningkatkan kewaspadaan terhadap dilema isu-isu etik seperti kualitas hidup/hak untuk mati. Menyertakan konsep-konsep ini dan pertimbangan dari latar belakang budaya/sosioekonomi individual dapat memudahkan pencapaian keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kebutuhan-kebutuhan manusia

Kebutuhan akan Pengetahuan Keperawatan Tahap Lanjut

Intervensi keperawatan intensif dibutuhkan untuk menagatasi peningkatan akuitas pasien dalam menghadapi lamanya dirawat yang lebih singkat didalam lingkungan medikal/bedah. Perawat membutuhkan keahlian-keahlian klinik yang lebih baik, kematangan, kemampuan berpikir kritis, keasertifan, dan ketrampilan-ketrampilan penatalaksanaan pasien untuk mengatasi peningkatan tanggung jawab ini.

Program-program sertifikasi keperawatan spesialis memberikan tujuan-tujuan yang umum: untuk memberikan perlindungankonsumen, untuk memajukan pengetahuan dan kompetensi keperawatan, untuk meningkatkan otonomi keperawatan, dan untuk memperkuat kolaborasi.

Sertifikasi memberikan pengakuan pada hasil yang telah dicapai perawat tentang standar-standar yang sebelumnya telah ditetapkan oleh kelompok yang mengeluarkan sertifikasi, dan oleh karenanya sertifikasi ini menjadi sesuatu yang penting dalam era yang semakin memperhatikan biaya karena para manajer mencari para profesionalyang kompeten untuk di pekerjakan.

Selain itu, kepercayaan semacam ini bisa menjadi kerangka kerja untuk reimbursement oleh pembayar ketiga.

Kebutuhan akan Kolaborasi dan Komunikasi

Sejalan dengan pemberian pelayanan kesehatan yang makin kompleks dan makin terpusat secara ekonomis, kebutuhan akan komunikasi dan kolaborasi antar profesi-profesi kesehatan makin tinggi. Hanya melalui kolaborasi anatar departemen, pelayanan-pelayanan, serta fasilitas-fasilita memungkinkan profesional-profesional medikal memberikan  perawatan yang paling efisien dan komprehensif.

Perawat sebagai koordinator primer keseluruhan perawatan pasien, berkewajiban untuk menjamin bahwa hal ini berlangsung. Komunikasi dan kolaborasi intradepartemen dapat dilakukan dalam bentuk konferensi perawatan pasien. Informasi yang didapatkan dari konferensi ini dimasukkan ke dalam rencana perawatan yang menyeluruh oleh perawat, yang bekerja sebagai penghubung antara pemberi perawatan kesehatan.

Jadi, rencana perawatan dan pencatatan komunikasi yang terjadi terus menerus berfungsi sebagai parantara antara perawat dan disiplin lain. Pasien dan keluarga, karena mempunyai tanggung jawab untuk mereka sendiri (kontrol lokus-internal), juga turut serta dalam banyak keputusan berkenaan dengan tingkat dan besarnya asuhan kesehatan yang mereka inginkan.

Hal-hal yang berkenaan dengan moral dan etik mereka, seperti keputusan-keputusan no code/keinginan hidup, dengan tanggal, waktu, dan nama-nama dari mereka, yang turut serta harus dimasukkan dalam rencana perawatan. Hal ini memberikan pencatatan legal dan etik dari proses pembuatan keputusan/komunikasi.

Inovasi dalam Rencana Asuhan melalui Komputerisasi

Banyak perawat meyakini bahwa waktu mereka yang terbatas lebih baik dihabiskan untuk pemberian perawatan pasien di tempat tidur daripada mengisi kertas kerja. Penggunaan rencana perawatan tertulis hanya menunjukkan devisi tugas fungsional dan kewajiban menghidupkan terus menerus gagasan bahwa rencana-rencana perawatan adalah kerja sibuk, tidak berhubungan dengan pemberian asuhan.

Pembuatan kembali rencana asuhan untuk menggunakan model-model keperawatan meningkatkan penggunaan dan memberikan pencatatan singkat, memperlihatkan hubungan antara perencanaan dan pencatatan. Institusi yang menggunakan laporan dengan komputer meningkatkan jumlah perencanaan perawatan yang diberikan dan dipertahankan daripada yang terjadi sebelum komputerisasi.

Kenyataanya, sistem komputer telah memberikan dampak yang menyenangkan pada proses, karena perawata-perawat dapat dengan cepat memasukkan, menayangkan, memperbaiki, mengevaluasi, dan mencetak rencana perawatan, sehingga meningkatkan kualitas penyimpanan catatan.

Kebanyakan sistem komputer menggunakan rencana asuhan perawatan pasien yang baku, yang mencerminkan standar-standar perawatan yang diterima untuk masalah-masalah medik/keperawatan tertentu. Banyak penggunaan diagnosa keperawatan yang diterima untuk pengujian oleh NANDA.

Karena rencana yang dibuat dengan komputer mencerminkan banyak jenis pengetahuan dan pengalaman keperawatan, hal ini memungkinkan praktisi yang baru sekali pun untuk membuat strategi perawatan yang efektif. Rencana perawatan yang baku juga berfungsi sebagai “penyegar ingatan” bagi perawat yang merawat pasien yang tidak selalu mereka temui dalam area praktik klinik, sehingga memeberikan informasi untuk meningkatkan praktik yang efektif.

Selain itu rencana perawatan yang baku ini memberikan pada semua perawat suatu cara yang efisien untuk mengembangkan rencana asuhan yang komprehensif, diperbaiki secara kontinue, mengindividualisasi, dan dapat dipertanggung jawabkan untuk masing-masing pasien.

Kesimpulan

Perubahan yang cepat dalam lingkungan perawatan kesehatan, sejalan dengan kemajuan kontinue teknologi, peningkatan keparahan penyakit, tekanan-tekanan anggaran, dan perluasan pengetahuan keperawatan, telah sangat meningkatkan tanggung jawab yang harus diemban oleh perawat sekarang ini.

Untuk memenuhi tanggung jawab ini, perencanaan dan pencatatan perawatan adalah penting untuk memuaskan kebutuhan pasien dan memenuhi kewajiban legal. Pencatatan dampak keperawatan pada perawatan pasien juga memberikan informasi akan kebutuhan perawatan yang berkelanjutan, hal-hal yang berkenaan dengan hukum, dan pembayaran.

Apakah yang mendasari keperawatan dan perencanaan asuhan? Tentu saja adalah tantangan nyata dan yang sangat menyenangkan!

Bibliografi

Buku

Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler: Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed ke-3, Alih bahasa: I Made Kariasa, S.Kep; Ni Made Sumarwati, S.Kep, Editor: Monica Ester, S.Kep; Yasmin Asih, S.Kep, 2000, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta